Desember 21, 2024

Pembuktian Jaksa Lemah Ngotot Tuntut 3 Tahun Penjara, Pengacara Dedy Sinaga: Terlalu Tendensius

Spread the love

Loading

Jakarta – MCN.com – Kasus hukum yang menjerat terdakwa Abdul Aziz alias Anen bin Jung Ket (49) dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara ternyata mengalami banyak kejanggalan.

Selain hanya alat bukti berupa bukti transfer yang diperlihatkan Jaksa Penuntut Umum, dalam persidangan sejak awal JPU tak bisa menghadirkan dua saksi kunci. Ada yang beralasan tak hadir karena sakit, tapi di persidangan tidak diperlihatkan surat keterangan sakit dari dokter. Akibatnya tercium ada indikasi mengaburkan peristiwa hukum.

Pada sidang Selasa (29/10/2024) itu JPU membacakan tuntutan 3 tahun pada terdakwa. Tuntutan itu dipandang tim hukum terdakwa sebagai tak adil dan tendensius. Apalagi selama proses persidangan terlihat banyak kejanggalan.

Kuasa hukum terdakwa Abdul Aziz, Dedy Supardi Sinaga SH mengatakan, pembuktian oleh JPU lemah dan tidak sempurna, tapi JPU ngotot menuntut 3 tahun penjara.

Jaksa mengabaikan kehadiran saksi-saksi. Beberapa poin lain juga dikesampingkan, seperti barang bukti.

“Karena proses pembuktiannya tidak benar, tadi saya sampaikan bahwa pembuktian pidana harus lebih terang daripada cahaya. Sekarang sudah tidak ada waktu untuk hadirkan saksi-saksi lagi karena proses penahanan sudah hampir habis. Klien saya harus dibebaskan,” tegas Dedy Sinaga.

Dedy mengatakan dirinya siap mengejar sampai ke kasasi, bila tuntutan jaksa terlalu berat. “Sebuah janji dari saya, kalau nanti misalnya dihukum terlalu berat, saya akan kejar ke kasasi, biar kita berkenalan dengan hakim-hakim di dalam situ,” tegasnya.

Dedy juga tak puas dengan waktu yang terlalu sempit bagi timnya untuk mempersiapkan pleidoi. Tadinya, Dedy minta waktu satu Minggu, tapi hanya diberi dua hari.

Menurut Dedy, jangan karena demi kepentingan penuntut umum, lalu kepentingan terdakwa diabaikan. Dedy heran, dalam persidangan hakim mengatakan bila pleidoi tidak selesai ditulis (dalam bentuk tulisan) maka kuasa hukum bisa membuat pembelaan secara lisan. Ini pernyataan yang aneh.

Dalam sidang di PN Jakarta Utara, pada Selasa (15/10/2024) terungkap duduk persoalan. Kuasa Hukum terdakwa Abdul Aziz, Dedy Supardi Sinaga SH, mengatakan, terdakwa Abdul Aziz bertemu dengan William dan berteman.

Abdul Aziz bergerak di bidang investasi emas di Papua. William menawarkan investasi sebesar Rp 1 miliar. Uang ini dikelola dengan baik oleh terdakwa dan menghasilkan uang (keuntungan) tiap bulan sebesar Rp 250 juta.

Pembayaran pertama, kedua, ketiga dan keempat lancar. Masuki bulan ke-5, terjadi gagal bayar, akibat gejolak oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua. “Ada penambang yang dibunuh,” jelas Dedy Sinaga kepada awak media.

Sayangnya, William melaporkan Abdul Aziz dengan kasus pidana. Padahal saat itu Abdul Aziz dan timnya sudah menyampaikan akan bertanggung jawab membayar hingga tuntas.

Laporan William itu lalu menjadi bentuk kriminalisasi terhadap terdakwa Abdul Aziz. Padahal, sesungguhnya terdakwa masih berniat untuk membayar, buktinya pembayaran ke-1, 2, 3, dan 4 berjalan lancar. Pada tahap pembayaran ke-5 tersebut terjadi peristiwa penyerangan oleh KKB terhadap lokasi bisnis emas ini, di Yahukimo, Papua, pada 2022.   **(Rika)