Januari 11, 2025

Media Gathering NLR Indonesia Ajak Jurnalis Peduli Pasien Kusta

Spread the love

Loading

Jakarta – MCN.com – Jumlah pasien kusta di Indonesia masih cukup banyak walau upaya pencegahan dan pengobatan telah dilakukan pemerintah dan swasta. Di sisi lain, di tengah masyarakat muncul stigma negatif dan sikap diskriminatif terhadap mereka.

Media dan jurnalis menyadari peran strategis mereka untuk menghapus stigma sosial itu seraya membangun kepercayaan diri pasien kusta untuk bangkit dari keterpurukan dan aktif mengusahakan pengobatan.

Hal itu terungkap dalam Talk Show Media Gathering NLR Indonesia bertajuk “Jurnalis Warga Mengemas Kusta Jadi Berita” di Verse Luxe Hotel, Jakarta, Jumat (11/8/2023).

Para narasumber yang dihadirkan adalah Paulan Aji (Communication Officer NLR Indonesia), Amirullah (pasien kusta), Uyung Pramudiarja (Redpel detikHealth), dan Riza Wijaya (host). Diskusi dipandu moderator Citra Dyah Prastuti, Pemimpin Redaksi KBR.

Citra Dyah mengatakan, ada banyak hal yang bisa dipelajari jurnalis dari pasien kusta. Sementara, apa yang ditulis jurnalis itu dipercaya publik dan menjadi pemahaman masyarakat. Karena itu, jurnalis perlu memahami secara baik penyakit ini.

Paulan Aji mengatakan jurnalis perlu mengubah cara pandang masyarakat tentang kusta, dimulai dengan pemakaian istilah yang tepat, misalnya, penderita kusta diubah menjadi pasien kusta. Setiap istilah akan membawa nilai rasa dan makna yang lebih humanis.

Dalam masyarakat, telah lama muncul stigma negatif terhadap pasien kusta. Kusta dipandang aib dan kutukan Tuhan. Stigma itu pada gilirannya menjadi “sumber” penyebaran kusta.

Keluarga yang mengetahui anggotanya terkena kusta cenderung mengisolasinya dalam rumah agar tak diketahui masyarakat. Akibatnya, pasien itu tak diobati. Kusta pun menyebar.

Dari pengalaman di lapangan, para jurnalis mengetahui pasien kusta mendapat perlakukan diskriminatif. Penderita harus menutup usaha UMKM karena pembeli menjauh. Mereka ditolak masuk sekolah, juga saat melamar kerja dan bekerja serta pergaulan dengan tetangga dan masyarakat.

Para jurnalis merasa terpanggil untuk mengangkat harga diri pasien kusta lewat pemberitaan yang inspiratif dan humanis. Orang yang putus asa akan malas untuk berobat.

Dengan tulisan inspiratif diharapkan publik peduli dan berbuat sesuatu terhadap mereka, termasuk ikut melawan stigma negatif itu.

Pemerintah juga diharapkan bisa bertindak mengatasi problem ini lewat kebijakan yang tepat.

Oleh karena itu media diminta tak memajangkan gambar-gambar dari dampak penyakit ini. Foto-foto harus lebih inspiratif dan humanis.

Dalam upaya ikut mencegah penyebaran kusta, NLR Indonesia telah melakukan banyak aksi nyata dan bekerja sama dengan banyak pihak terkait masalah ini.

Kusta adalah penyakit infeksi kronis, namun dapat disembuhkan. Penyebab kusta adalah bakteri mycrobacterium leprae, yang mempengaruhi kulit, mata, dan saraf perifer.

Gejalanya berupa bercak berwarna terang atau kemerahan di kulit disertai berkurangnya kemampuan merasa, mati rasa, dan lemas pada tangan dan kaki. Kusta dapat disembuhkan dengan pengobatan selama 6-12 bulan. Penanganan dini dan tepat akan mencegah kecacatan pada pasien.

Kusta ditemukan pertama kali oleh ilmuwan asal Norwegia, Gerard Henrik Armauer Hansen pada 1873.

Kemenkes RI telah menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN) agar tercapai tingkat pengurangan kusta di seluruh provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia pada 2030.

NLR Indonesia adalah yayasan nirlaba dan organisasi non-pemerintah untuk pemberantasan kusta. Mereka menggalang kerja sama dengan pelbagai pihak agar bersama-sama mengatasi kusta di Indonesia.** (Rika)