Jakarta – MCN.com
-Demonstrasi yang sering dilakukan para mahasiswa asal Papua di Jakarta sering kali mengangkat wacana tentang korupsi yang terjadi di Papua, entah yang dilakukan oknum pejabat maupun pemerintah daerah. Aspirasi kaum muda intelektual ini perlu mendapat tanggapan juga dari pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah.
Menanggapi hal itu, anggota DPRD Partai Nasdem Papua, Errics Warikar mengatakan aspirasi para mahasiswa Papua, elit, dan stakeholder yang ada di Jakarta ini sah-sah saja ketika mereka menyuarakan ketimpangan di daerah.
Namun menurut Errics yang penting mereka harus memiliki data yang jelas. Karena setiap daerah di Papua itu memiliki lembaga keuangan dan hukum, seperti ada BPKP, inspektorat, dan BPK.
Hasil audit dari mereka (pemerintah) itu harus dilihat, dipelajari dan dipahami. Kalau tidak ada hasil audit dari badan ini, jangan kita cepat menuduh yang bukan-bukan. Karena BPK dan BPKP juga butuh waktu untuk memperhatikan aspirasi masyarakat. Mereka tidak langsung memvonis.
Kedua, kata Errics, kita harus ingat, bahwa di daerah, masih ada banyak aturan yang tumpang-tindih dengan aturan dari pusat. Ini membuat orang kewalahan. Misalnya, tentang standar satuan harga yang tidak imbang, dari Sabang sampai Merauke.
Ini yang mengakibatkan kewalahan juga di daerah, akibatnya banyak yang bilang pemerintah lakukan penyalahgunaan. Namun bila dilihat dari segi anggaran yang dikucurkan, standar satuan itu tidak sesuai dengan kondisi di daerah. Ini menimbulkan permasalah. Sehingga kalau ada stakeholder yang mengatakan ada indikasi korupsi, maka dia harus punya data yang jelas.seri
“Banyak yang sebut oknum atau pejabat pemerintah yang melakukan penyalahgunaan. Namun kalau kita lihat lebih jauh, tumpang tindih regulasi antara pusat dan daerah itu ikut menjadi penyebab munculnya permasalahan,” ujar Errics.
DPRD Papua bertugas mengawasi semua itu, sesuai dengan tupoksi mereka. Kalau ada kesalahan pemerintah, DPRD akan menegur. DPRD tidak bisa terlepas dari pemerintah daerah.
Para mahasiswa Papua itu mengatakan mereka tidak mendapat dana pendidikan dari daerah.
Menurut Errics, terkait pendidikan ada anggarannya. Pemerintah daerah perlu mengecek data base yang memperlihatkan pendidikan apa yang akan dilakukan.
Namun Errics mengajak orang untuk pahami bahwa harga-harga satuan standar (kebutuhan) yang tidak mencukupi. Seharusnya pemerintah pusat bisa mengubah hal ini. Ada beberapa peraturan yang harus direvisi pemerintah pusat. Kemendes dan Mendagri sebaiknya membuat suatu peraturan mengenai database kampung, karena pemerintah dan DPRD bekerja dari kampung maka otomatis kampung itu yang punya database. “Kalau ada database yang jelas, maka kami juga bisa bekerja dengan lancar,” jelas Errics.
Errics berharap, mahasiswa asal Papua tetap semangat untuk menuntut ilmu. Sebagai kaum intelektual Papua, mereka bisa membuat suatu Forum untuk menghasilan suatu produk untuk memprotek hak-hak mereka yang ada di tanah Papua. Otsus sudah diberi dan coba membuat produk hukum untuk masyarakat di Papua sesuaikan dengan otonomi yang diturunkan oleh pemerintah pusat. * (Rika)
#MCN/RZ-HN/RED
More Stories
Debat Calon Bupati Maluku Tenggara Usai, M.T Hanubun: Meskipun Berkompetisi, Tapi Tetap Bersaudara
Anggota DPRD Kabupaten Nagekeo Kristianus Garo: Penting Kerja Kemitraan dan Berjejaring
Seruan Pilkada Damai untuk Maluku Utara