Jakarta – MCN.com
-Patroli jalan raya dalam rangka mengurai kemacetan di Kota Jakarta bisa berlangsung 24 jam non stop. Hasilnya belum maksimal. Masih banyak kendaraan yang diparkir di tempat tidak resmi. Selain kesadaran yang terus dipacu, tingkat penjualan kendaraan yang tinggi tak dibarengi dengan lahan parkir memadai.
Seperti terlihat pada Rabu malam (16/11/2022), di kawasan Jakarta Pusat, sejumlah petugas patroli gabungan harus berkali-kali menjelaskan dan berargumentasi dengan pemilik kendaraan yang parkir sembarangan. Beberapa kendaraan terpaksa diderek petugas ke tempat parkir resmi. Perda DKI Jakarta memberlakukan denda Rp 500.000 sesuai regulasi.
Patroli terpadu Dishub DKI Jakarta bersama TNI, Polri, Dinas Sosial, dan Satpol PP Pemprov DKI Jakarta itu menyasar ruas jalan yang macet, antara lain akibat parkir liar.
Nana Suhlana, Pengendali Seksi Operasi Bidang PP Satpol PP Pemprov DKI Jakarta, menjelaskan, masih cukup banyak warga Jakarta lakukan parkir sembarangan.
“Biasanya kami lakukan komunikasi baik-baik dengan si pelanggar. Ada yang paham dengan penjelasan kami dan minta maaf. Tapi ada juga yang membela diri, pura-pura tak merasa bersalah dan tak mau ditegur. Ya, kami harus sabar. Pada akhirnya kami harus tegas,” tutur Nana.
Pendekatan persuasif dari petugas Dishub atau petugas gabungan dalam menghadapi sikap masyarakat butuh kesabaran lebih.
Banyak pemilik kendaraan tak menerima mobilnya diderek. Mereka malah mencecar petugas dengan stigma negatif, seolah-olah petugas mau meminta imbalan. Mereka bukan orang dengan tingkat pendidikan rendah.
Parkir liar memang menjadi penyebab utama kemacetan. Badan-badan jalan dipenuhi kendaraan dinas dan umum yang mempersempit jalan. Kendaraan lain yang melewati jalur itu terpaksa tersendat dan kemacetan tak terhindarkan. Tanpa petugas, kemacetan itu tak akan teruraikan.
Nana melihat sesungguhnya orang-orang itu tak bermaksud melanggar aturan. “Mereka itu tidak sabar mau cari tempat parkir resmi saja, karena itu lalu menerobos aturan,” kata Nana prihatin.
Bagi mereka yang terkena tilang, hal itu dianggap “nasib sial” hari itu. Karena besok mereka akan beradu nasib mencari lahan parkir. Pekerjaan yang menuntut jam kerja tepat waktu dan ketersediaan lahan parkir yang minim membuat mereka harus berani beradu nasib setiap hari.
Pelbagai kebijakan ditempuh, mulai dari regulasi, pengalihan masyarakat dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum, penerapan tarif parkir berbayar dan kebijakan jalan berbayar (electronic road pricing). Bahkan, saat ini Pemprov DKI Jakarta sedang membangun “park and ride” di kawasan Glodok dengan anggaran mencapai Rp 55,6 milir.
Kantong-kantong parkir tak cukup menampung jumlah kendaraan di saat jam kerja. Sementara itu tingkat penjualan kendaraan begitu tinggi di Jakarta. Kendaraan semakin membeludak, ruas jalan tak cepat mengejar jumlah kendaraan, dan lahan parkir kian kecil.
Parkir liar oleh tukang parkir liar tak terelakkan. Mereka mengisi kekosongan tenaga resmi parkir DKI Jakarta. Jasa mereka tak bisa ditampik pemilik kendaraan yang sedang kepepet.
Walau demikian, Nana berpendapat, regulasi Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tetap tegas dilaksanakan. Perda itu tentang ketertiban umum, yang mencakup pedagang kaki lima di trotoar-trotoar jalan.
Kemacetan dan parkir liar membuat bopeng wajah lalu lintas di DKI Jakarta. Bila semua pembangunan menumpuk di Jakarta, itulah hasil yang kita rasakan saat ini. Kesadaran semua pihak menjadi salah satu solusi terbaik.
#MCN/RIKA
More Stories
Kasad Rayakan Natal Bersama dan Tinjau Renovasi Panti Asuhan Bait Allah di Medan
Ciptakan Situasi Aman Dan Kondusif Pasca Pilkada 2024, Polres Metro Jakarta Timur Adakan Cooling System Demi Kamtibmas
Refleksi Diri Pelajar dan Mahasiswa Papua di Cianjur