![]()
Jakarta – MCN.com – Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dengan agenda menghadirkan tiga terdakwa untuk mendengarkan langsung keterangan mereka terkait dengan perkara tersebut.
Mereka adalah Ira Puspadewi (mantan Direktur Utama), Harry Muhammad Adhi Caksono (Direktur Perencanaan dan Pengembangan 2020–2024), serta Muhammad Yusuf Hadi (Direktur Komersial dan Pelayanan 2019–2024).
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Sunoto, SH., MH., ini digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (23/10/2025).
Akibat perbuatan ketiga terdakwa, menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 1,25 triliun dalam proses akuisisi PT Jembatan Nusantara, periode 2019–2022.
Terdakwa Ira Puspadewi menegaskan tidak ada keuntungan pribadi yang ia atau rekan-rekannya peroleh dari proses akuisisi PT Jembatan Nusantara.
“Yang Mulia, kami tidak mengambil keuntungan pribadi. Saya tidak berniat memperkaya diri sendiri,” tutur Ira Puspadewi.
Terkait pertanyaan majelis hakim tentang KSU (Kerja Sama Usaha), Ira mengatakan KSU memiliki batas waktu dan tidak bisa dijadikan andalan jangka panjang.
“KSU punya batas waktu dan tidak ada jaminan. Keuntungan dibagi kepada para anggota. Itulah mengapa kami tidak mengandalkan KSU, Yang Mulia,” jawabnya.
Penasihat hukum terdakwa Ira Puspadewi, Gunadi Wibakso, mempertanyakan mengenai validitas dan kewenangan pihak yang melakukan perhitungan kerugian negara.
Dalam hukum, yang berwenang melakukan investigasi dan perhitungan kerugian negara hanyalah lembaga resmi sesuai ketentuan perundang-undangan.
“Kalau soal itu kan sudah dibahas di persidangan sebelumnya, sudah diuji. Intinya, kalau tentang kerugian negara itu, pertama, harus mengacu pada ketentuan yang berlaku, siapa yang punya kewenangan melakukan investigasi dan perhitungan kerugian negara,” ujarnya.
Kedua, lanjut Gunadi, apakah ia punya sertifikasi atau perijinan tertentu. “Ini menjadi penting karena ibarat orang bisa bawa mobil tapi tidak punya SIM. Harus punya SIM agar tidak melanggar hukum. Seorang perawat yang puluhan tahun mendampingi dokter bedah, mungkin bisa lakukan bedah medis pada pasien, tapi kalau dia lakukan itu malpraktik karena dia bukan orang yang punya kompetensi,” jelas Gunadi Wibakso.
Hal lain yang disorot Gunadi adalah dasar perhitungan kerugian negara yang digunakan JPU tidak sah karena bersumber dari hasil penilaian aset kapal oleh saksi Wasis, yang menurutnya tidak memiliki otoritas resmi.
Gunadi Wibakso berharap perkara ini harus dilihat secara utuh. “Sejak pemeriksaan saksi dan bahkan bukti-bukti dokumen yang ada, tidak ada satu pun dakwaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan terdakwa Ira Puspadewi. Mengapa mereka membuat dakwaan seperti itu, karena mereka tidak melihat persoalan secara utuh. Mereka hanya melihat mengapa beli kapal tua. Tidak ada pembelian kapal, tapi akuisisi perusahaan,” tegas Gunadi.
Gunadi kembali menegaskan bahwa tak ada satu ketentuan pun baik nasional maupun internasional yang membatasi usia kapal. “Dasarnya adalah laik laut dan layak berlayar. Itu mereka paham, tapi mereka tak menyampaikan sesuai kondisi yang sebenarnya. Ahli dari ITS mengatakan tak ada ketentuan tentang batas usia kapal,” pungkas Gunadi. *(RN)



More Stories
Waldus Situmorang: “Moral Obligation” Jadi Dasar Tindakan Jimmy Masrin Kembalikan Dana Sekalipun Sudah Ada Jaminan Hukum
Tak Terbukti Bersalah, PH Hasidah Minta Majelis Hakim Bebaskan Franklin
Sidang Lanjutan Perkara Korupsi CPO Dengan Agenda Pembacaan Dakwaan Jaksa