Oktober 9, 2025

Sidang Kasus Importasi Gula Berlanjut, Agus Sudjatmoko: Dakwaan Jaksa Lemah Secara Substansial dan Formil

Spread the love

Loading

Jakarta – MCN.com – Sidang lanjutan dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan RI tahun 2015-2016 kembali digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2025).

Jaksa Penuntut Umum menghadirkan dua saksi ahli, yakni Dr Erdianto Efendi, ahli pidana dan dosen di Universitas Riau dan auditor BPKP Chusnul Khotimah.

Menjawab pertanyaan JPU, saksi ahli Erdianto mengatakan UU Tipikor Pasal 2 bicara tentang perbuatan melawan hukum, sementara Pasal 3 tentang penyalahgunaan wewenang. Ini terkait korupsi yang merugikan keuangan negara. Kerugian negara itu pasti dan nyata sehingga harus ada angka yang bisa dihitung.

Keterangan saksi ahli membuat debat sengit antara Penasihat Hukum dan JPU. Agus Sudjatmoko, Penasihat Hukum dari terdakwa Hans Falitha Hutama, mengatakan penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor oleh JPU kadang keliru.

Agus mengatakan Pasal 3 seharusnya lebih berat, karena lebih spesifik. Namun yang terjadi pada kasus ini, Pasal 2 malah dijadikan dakwaan primer dan Pasal 3 jadi dakwaan subsider. Menurut Agus, ini sesuatu yang keliru.

Agus menjelaskan, bila suatu perbuatan tidak terbukti sebagai perbuatan melawan hukum (Pasal 2) maka otomatis Pasal 3 gugur.

“Jadi, kalau ada perbuatan yang dianggap bukan melawan hukum, maka penyalahgunaan wewenang pasti tidak ada, karena penyalahgunaan wewenang itu bagian dari perbuatan melawan hukum,” tutur Agus Sudjatmoko kepada awak media.

Saksi ahli Erdianto menjelaskan, perbuatan melawan hukum berkategori besar atau genus, sementara penyalahgunaan wewenang adalah bagian kecil atau spesies. Menurut Erdianto, penyalahgunaan wewenang sudah pasti merupakan perbuatan melawan hukum.

Namun, Erdianto menambahkan bahwa tidak semua perbuatan melawan hukum adalah penyalahgunaan wewenang.

Agus Sudjatmoko soroti ancaman pidana yang tak seimbang antara Pasal 2 dan Pasal 3 tersebut. Menurut Agus, yang lebih spesifik seharusnya lebih berat ancamannya. Sayangnya, ancaman Pasal 2 lebih berat dari ancaman Pasal 3. Ini sering jadi perdebatan di Pengadilan.

Dalam suatu dakwaan di mana terdapat beberapa perbuatan, maka JPU harus menjelaskan apakah itu suatu perbandingan atau perbuatan berlanjut. Dalam Pasal 63 KUHP menjelaskan, bila terjadi bersamaan (concursus), maka tindak pidana terberat harus dipilih.

“Dalam dakwaan, Pasalnya harus disebutkan, yakni Pasal 65 atau 66 KUHP. Kalau jaksa mendakwa dengan rangkaian perbuatan, tapi tidak menyebut Pasal 65, maka harus batal demi hukum, karena tidak jelas dan terdakwa jadi bingung,” ucap Agus.

Terkait dengan materi, Agus mengatakan, perbuatan melawan hukum itu harus merupakan sebuah sebab dari akibat kerugian negara. Kalau tidak ada hubungan kausalitas, itu tidak bisa dianggap sebagai tindak pidana korupsi. Di sini audit BPKP yang menentukan adanya penyimpangan.

Terkait dakwaan JPU dalam kasus ini, Agus mengatakan dakwaan jaksa itu lemah secara substansial dan formil.

Kasus importasi gula ini telah menyeret sejumlah terdakwa, yakni Toni Widjaja (Dirut PT Angels Product), Dirut PT Makassar Tene (Then Surianto Eka Prasetyo), Hendrogiarto Tiwow (Dirut PT Duta Sugar Indonesia), Hans Falitha Hutama (Dirut PT Berkah Manis Makmur) dan Eka Sapanca (Dirut PT Permata Dunia Sukses Utama). **(Rika)