Jakarta – MCN.com – Sidang lanjutan perkara korupsi proyek pembangunan jalur kereta api di wilayah Sumatera bagian Utara, digelar di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jumat (27/9/2024).
Jaksa penuntut umum menghadirkan dua saksi untuk terdakwa Arista Gunawan, Team Leader Tenaga Ahli PT Dardella Yasa Guna.
Penasihat hukum terdakwa Arista Gunawan, H.M. Rusdi, S.H, M.H dalam persidangan mencecar saksi ahli dengan sejumlah pertanyaan kritis dan membuat saksi ahli berargumen datar dan normatif. Misalnya pertanyaan mengenai apa itu kerugian? Kerugian negara? Siapa berwenang melakukan audit terhadap kerugian negara. Apakah boleh dilakukan audit pada saat proyek sedang berlangsung? Bagaimana menentukan total loss?
Saksi ahli menjelaskan, yang dimaksud dengan kerugian negara adalah kekurangan aset negara akibat perbuatan melawan hukum. Kekurangan aset negara adalah apa yang seharusnya tidak dikeluarkan, tetapi dikeluarkan. Atau, uang yang seharusnya masuk, tetapi tidak masuk.
Saksi berpendapat walau suatu proyek sedang berjalan, sebuah audit dapat saja dilakukan. Karena audit banyak untuk membuktikan “das sollen” dan “das sein” dan apa yang sedang terjadi di lapangan. “Kalau ada proyek fiktif atau dilakukan dengan cara yang salah (tidak benar), audit itu tak usah dilakukan setelah proyek itu selesai 100 persen, karena ada total loss,” jelasnya.
Ahli mengatakan, menghitung dan mengaudit itu tidak sama. Menghitung kerugian negara itu realisasinya adalah audit. Audit adalah langkah untuk mencapai titik kerugian negara tadi. Titik kerugian negara adalah ketika terjadi perbuatan uang keluar. Kemudian ditentukan berapa kisaran uang. Di lapangan, baru dicari karena auditor akan mencocokkan data itu.
Lalu, siapa badan hukum yang berwenang melakukan audit kerugian negara? Saksi ahli mengatakan, yang bisa menghitung keuangan negara semestinya setiap auditor yang terlibat dalam pengelolaan keuangan negara. “Kantor akuntan publik sebenarnya tak bisa, karena basic konsepnya berbeda. Auditor keuangan negara dengan auditor privat itu berbeda, karena berbeda secara “nature”.
Kerugian negara bisa disebabkan oleh dua jenis perbuatan, yakni perbuatan administratif dan perbuatan administratif.
Ditanya siapa yang berwenang men-declare keuangan negara, ahli menjawab pihak penyidik (polisi, kejaksaan, KPK) karena penyidik yang akan menjelaskan bahwa ada sebuah perbuatan dengan akibat kerugian negara.
Terhadap saksi ahli kedua, Evi dari BPKP, tim kuasa hukum terdakwa juga melontarkan sejumlah pertanyaan kritis. Misalnya, Rusdi bertanya, kapan hasil audit itu selesai dibuat. Saksi ahli, menjawab, pada 13 Menit 2024. Rusdi pun meng-counter dengan argumen fakta bahwa “pada Januari 2024, para terdakwa sesungguhnya sudah berada di dalam tahanan, sehingga terlihat jelas bahwa tidak berlaku prinsip praduga tak bersalah terhadap para terdakwa, karena mereka sudah dijebloskan dalam penjara lebih dahulu, baru kasus hukumnya diproses.
M.H Rusdi, S.H M.H berharap kehadiran saksi ahli seharusnya bisa memberi edukasi tentang apa yang tak terungkap dalam tindak pidana korupsi, sehingga argumen itu menambah nuansa ilmu, tetapi dia merasa saksi ahli terlalu berbicara secara datar (flat) dan normatif saat berbicara tentang kerugian keuangan negara.
Terhadap Saksi Evi, tim kuasa hukum melihat saksi tidak all out, sehingga tim sulit menggali lebih dalam. Tadinya Rusdi berharap akan terjadi debat hukum dengan saksi ahli. “Kami akan bantah semua ini, karena kami anggap tidak benar,” tegas H.M Rusdi, SH, MH dari RHL Law Firm. **(Rika)
More Stories
Harvey Moeis Bacakan Pleidoi Sambil Menangis, Kuasa Hukum Junaidi: Jaksa Campurkan UU Sektoral dan UU Korupsi
Pleidoi Dirut RBT Suparta: Niat Baik Bantu Negara Malah Masuk Penjara
Suwito Gunawan Tak Terima Bayar Ganti Rugi Rp 2,2 Triliun