Desember 21, 2024

Demi Kemanusiaan, Organisasi Timur Indonesia Bersatu Bantu Warga Terdampak Kebakaran Kapuk Muara

Spread the love

Loading

Jakarta – MCN.com – “Jakarta kotaku indah dan megah//Disitulah aku dilahirkan//Rumahku di salah satu gang Namanya Gang Kelinci//Entah apa sampai namanya kelinci//Mungkin dulu kerajaan kelinci//Karena manusia bertambah banyak//Kasihan kelinci terdesak//Sekarang, rumahnya bejubel Oh, padat penghuninya Anak-anak segudang//Grudak gruduk kaya kelinci…

Lagu “Gang Kelinci” yang dipopulerkan oleh Lilis Suryani tahun 1970-an itu agak tepat menggambarkan padatnya penduduk di Jakarta yang harus tinggal di daerah padat penduduk.

Saat ini Jakarta dihuni 12 juta lebih penduduk, menjadi Ibu Kota Negara dan juga “ibu tiri” bagi jutaan pendatang yang beradu nasib di kota yang dibangun dengan konsep sentralisasi pembangunan di Indonesia. Dampaknya, semua orang berlari kencang mencari makan di eks kota Batavia ini.

Selain sentralisme yang membuat semua terpusat di Jakarta, juga menciptakankan jurang antara penduduk kaya-miskin yang kian lebar, pelbagai bencana alam pun rentan terjadi. Banjir dan kebakaran menjadi sesuatu yang gampang terjadi.

Menurut Nina, salah satu warga RT 001 RW 003 Kapuk Utara, yang menjadi korban kebakaran ini, peristiwa naas di RT-nya yang terjadi pada Minggu (30/7/2023) pagi, pukul 09.00 WIB itu, merupakan kejadian yang kelima. Kebakaran sudah sering terjadi di sini, itu kata Nina.

Akibatnya, sebanyak 400 rumah semi permanen di Jalan Kapuk Utara, Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara, ludes terbakar si jago merah. Tak banyak barang yang bisa ia selamatkan karena harus menyelamatkan dua anaknya yang masih kecil. Nina pasrah sebagaimana nasib 1.109 warga lain yang terdampak kebakaran.

Menurut Nina, kebakaran terjadi akibat hubungan pendek listrik yang terjadi di samping Masjid Nurul Huda. Didukung angin kencang, api mudah menyambar bangunan rumah yang banyak terbuat dari kayu itu. Apalagi di situ ada gudang yang berisi bahan kimia tiner ikut terbakar. Gumpalan asap api hitam menghiasi pemandangan sekitar.

Walau tak ada korban jiwa, namun 1.109 jiwa warga itu harus memaksa diri mencari tempat berteduh dari hujan dan panas. Ini kesulitan terbesar mereka saat ini. Hidup di posko penampungan bukanlah sesuatu yang menenangkan hati mereka. Sementara untuk membantun kembali rumah mereka, butuh waktu dan biaya yang tak kecil. tak bisa mereka pasrahkan kepada pemerintah semata.

Bantuan pun datang mengalir dari sesama warga Jakarta dan pemerintah setempat. Kelompok-kelompok peduli warga ibu kota hadir dan ikut membantu.

Organisasi Timur Indonesia Bersatu (TIB) sejak kejadian kebakaran , telah mengerahkan sebuah tim untuk membantu warga masyarakat terdampak, di antaranya saudara-saudara dari NTT, kurang lebih 59 jiwa sesuai data di lapangan yang terkonfirmasi oleh tim Timur Indonesia Bersatu.

Tim Timur Indonesia Bersatu langsung berkoordinasi dengan pihak kelurahan dan para stakeholder lainnya untuk mendirikan tenda bagi pengungsi asal NTT agar segera ditempati tenda yang disediakan oleh BPBD

Pemprov DKI.

Timur Indonesia saat ini menggalang dana bantuan berupa obat-obatan, pakaian dan kebutuhan bahan pokok lainya. TImur Indonesia Bersatu mendirikan posko bantuan bagi pelbagai pihak yang ingin menyumbang lewat posko bantuan.

Ketua Umum Timur Indonesia Bersatu (TIB) Andreas Parapaga dan dewannya segera terjun ikut membantu masyarakat yang tengah kesulitan itu.

“Sudah menjadi kewajiban kami untuk peduli pada masyarakat yang sedang ditimpa bencana seperti ini. Sekecil apapun bantuan dari sesama warga Jakarta, akan sangat berharga dirasakan mereka yang terdampak,” ungkap Andreas.

Berkoordinasi dengan RT dan RW, anggota Timur Indonesia Bersatu menyalurkan sejumlah bantuan kepada warga, seraya ikut membantu warga menata tempat menginap mereka.

Hendrika Ngoranubun yang mengkoordinir di dampingi Sekretaris DPD TIB wilayah Jakarta Utara Ronald Waluyan dan Pembina Simon Luang. Aksi bantuan dari TIB itu berharap warga yang terdampak kebakaran hebat ini tetap sehat. “Kita datang dalam kapasitas kita sebagai manusia biasa yang punya hati tergerak membantu sesama karena kita prihatin dengan nasib mereka saat ini,” tutur Simon Pembina DPD Jakarta Utara Timur Indonesia Bersatu.

Sampai hari ketiga ini, warga terdampak masih membutuhkan bantuan. Sebagian ibu tampak pasrah menghadapi musibah kebakaran ini. Mereka sedih, karena harta mereka banyak yang tak bisa diselamatkan karena api dengan cepat membakar bangunan rumah yang sangat rapat dan padat itu.

Tak mudah mengatasi kebakaran di Jakarta. Distribusi pos kebakaran yang tak merata masih jadi persoalan. Terdapat 268 RW di Jakarta yang berada di lokasi yang sulit ditembus petugas pemadam kebakaran, ditambah lagi kantong-kantong hunian padat dan sulit dijangkau. Selain sebaran pos damkar yang tak merata, lokasi hidran, serta peta administratif RW di Jakarta yang semuanya belum tertata. Pada banyak wilayah rentan kebakaran justru tak tersedia fasilitas damkar di situ. **(Rika)