Desember 19, 2024

Suwito Gunawan Tak Terima Bayar Ganti Rugi Rp 2,2 Triliun

Spread the love

Loading

Jakarta – MCN.com – Sidang pembacaan pleidoi oleh terdakwa beneficial owner PT Stanindo Inti Perkasa, Suwito Gunawan, berlangsung di PN Tipikor Jakarta Pusat, Senin (16/12/2024). Suwito membacakan sendiri nota pembelaan pribadinya.

Pleidoi itu diberi judul “Saya Bukan Koruptor, Saya Mohon Keadilan”. Suwito mengatakan sudah 45 tahun dirinya bekerja sebagai pengusaha. Selama itu pula dirinya telah membantu pelbagai pihak, baik perusahaan dan lembaga sosial, maupun orang perorangan, dengan mengeluarkan biaya yang tinggi.

Pengalaman membantu sesama itu merupakan bukti bahwa selama ini dirinya bukan seorang koruptor yang memperkaya diri.

Keterlibatannya dalam kerja sama dengan PT Timah Tbk pertama-tama bukan untuk meraup banyak uang, melainkan dirinya hendak memperlancar usaha milik negara itu.

Karena itu, keterlibatannya di situ bukan suatu keterlibatan aktif. Pertemuan-pertemuan tak pernah merupakan inisiatif dirinya, melainkan pihak PT Timah Tbk. Bahkan, tak selalu Suwito Gunawan menghadiri rapat secara lengkap.

Suwito pun mempertanyakan tuntutan jaksa penuntut umum pada dirinya agar membayar ganti rugi sebesar Rp 2,2 triliun, padahal dalam kerja sama peleburan timah itu PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) hanya menerima upah sewa peralatan sebesar Rp 486 miliar dari PT Timah Tbk.

Suwito mengaku, sampai saat ini dirinya tak pernah diminta klarifikasi dari jaksa penuntut umum terkait penghitungan Rp 2,2 triliun tersebut.

“Demi keadilan, apa ila saya diwajibkan menanggung pengganti sebesar Rp 2,2 triliun, maka seluruh balik timah yang saya sudah kirimkan kepada PT Timah Tbk juga harus dikembalikan kepada saya karena terbukti PT Timah telah mendapatkan untung dari hasil ekspor mereka. Apakah adil bila saya harus menanggung uang pengganti hasil penghitungan yang salah ini? Saya mohon keadilan dari Majelis Hakim yang mulia,” ucapnya.

Dia juga meminta aset-aset yang disita JPU, yang tidak terkait perkara ini, agar dikembalikan. Aset-aset itu merupakan hasil usaha sawitnya dan budidaya walet. Selain itu, juga segera dikembalikan aset-aset milik istrinya yang diperoleh dari hasil usaha sang istri. Seharusnya seluruh hasil itu dirampas oleh negara.

Sementara itu, pihak kuasa hukum terdakwa, mengatakan, sepanjang proses persidangan tak ada satu pun fakta dan bukti yang mendukung dakwaan terhadap Suwito Gunawan.

Selain itu, JPU juga mengabaikan fakta-fakta persidangan, seakan-akan fakta itu tak pernah ada, dan bahkan fakta itu tak dipertimbangkan dalam tuntutan jaksa. “Kami kecewa, upaya pemberantasan korupsi tak lebih daripada slogan saja,” ucap pengacara Hermanto.

Dari fakta persidangan tak terbukti Suwito Gunawan melakukan perbuatan melawan hukum, baik secara materiil maupun secara formal. Tuntutan jaksa itu sebuah salah kaprah, terlalu dipaksakan, dan mengada-ada, tak sesuai bukti tertulis dan keterangan ahli yang dihadirkan di persidangan. JPU bahkan dinilai tidak serius dan terlalu subyektif.

Pada sidang sebelumnya, jaksa menuntut Suwito Gunawan 14 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider 1 tahun penjara, dan pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp 2,2 triliun atau penjara 8 tahun.

PT Stanindo didakwa melakukan korupsi tata niaga timah bersama beberapa perusahaan peleburan timah lainnya sehingga merugikan negara sebesar Rp 300 triliun. Sidang korupsi tata niaga timah ini dipimpin ketua majelis hakim Eko Ariyanto.* (Rika)