Desember 19, 2024

Kasus Hukum Akibat Kelalaian: Terdakwa Minta Maaf, Korban Memaafkan, Vonis Hakim Tetap Tinggi

Spread the love

Loading

Jakarta – MCN.com – Sidang tindak pidana akibat kelalaian di Pengadilan Negeri Jakarta Utara itu berakhir dengan terdakwa PA divonis dua tahun penjara. Dengan sedih hati yang mendalam terdakwa meminta maaf dan menerima keputusan itu.

Sebuah kecelakaan yang mengakibatkan kematian bocah usia 3 tahun di komplek Pelindo, Jakarta, itu sesungguhnya merupakan akibat kelalaian, baik orangtua korban maupun pelaku pengendara mobil sekelas pajero.

Sungguh malang nasib bocah. Awal mula bocah dan teman-temannya sedang bermain di Taman Bermain. Tiba-tiba, karena hendak mengejar dan mengambil sesuatu, si bocah berlari ke jalan. Kejadian itu begitu cepat, apalagi tak terpantau ibu korban.

Saat korban berlari di jalan, dia terjatuh. Pada saat yang sama sebuah mobil sekelas pajero membelok ke kanan. Pelaku yang mengendarai mobilnya tak menyangka ada bocah yang terjatuh. Terdakwa tak bermaksud melindas. Si bocah pun menjadi korban.

Saat kejadian, ada warga yang melihat kejadian itu di TKP. Kesaksian itu dia ceritakan dalam persidangan sebagai fakta persidangan. Pelaku juga mengakui kelalaiannya dan meminta maaf kepada orangtua korban. Keluarga korban memahami dan memberi maaf, baik sang ibu maupun ayah korban.

Di persidangan, kronologi peristiwa dibeberkan. Saksi memberi kesaksiannya. Semua cukup jelas. Faktor kelalaian menjadi kunci penyebab. Kini tinggal kebijakan majelis hakim.

Namun dalam persidangan itu, majelis hakim menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dan tuntut Rp 10 juta kepada terdakwa. Putusan itu tak mempertimbangkan pengakuan terdakwa yang mengungkapkan dirinya lalai, dan meminta maaf kepada keluarga korban.

Sementara terdakwa adalah ibu dari dua anak di bawah umur. Majelis hakim sama sekali tak melihat fakta itu, bahwa kedua anak terdakwa memiliki hak untuk didampingi ibu mereka.

Keputusan majelis hakim ini tentu saja mengecewakan terdakwa dan keluarganya. “Dalam pertimbangannya, hakim tidak mempertimbangkan faktor-faktor yang meringankan, salah satunya, si korban bermain di jalan raya. Kedua, ini merupakan kelalaian ibu korban. Faktor-faktor ini tak dilihat hakim. Hakim hanya melihat sisi kesalahan pelaku,” ujar Pengacara Purwadi Saputra, S.H, M.H.

Menurut Jarot Maryono, S.H, M.H, melihat, majelis hakim kurang melihat fakta hukum dan permohonan dari terdakwa. Terdakwa telah mengakui ini kelalaian dirinya dan meminta maaf. Selain itu, sudah ada upaya dari terdakwa maupun keluarganya untuk meminta maaf kepada keluarga korban.

“Perlu diketahui, terdakwa memiliki dua anak yang masih di bawah umur, yang butuh pendampingan terdakwa selalu ibu mereka. Harusnya majelis hakim jeli dan peka terhadap hal ini sehingga bisa memberikan kebijakan terkait konsekuensi dari kelalaiannya, dalam putusan majelis,” ungkap Jarot Maryono.

Dari awal Jarot mengira vonis akan jauh lebih ringan dari tuntutan yang dibacakan jaksa. Tapi apa boleh buat kondisinya seperti ini.

Dalam diskusi dengan terdakwa, ada opsi untuk banding. Namun dengan perasaan hampa dan sedih, terdakwa menyatakan menerima saja vonis itu.

“Kami tetap menyayangkan,” tutur Jarot Maryono. Dalam persidangan, ibu korban sudah memberi maaf. Mereka menyerahkan semuanya kepada mekanisme hukum.

Jarot menambahkan, tak mungkin terdakwa melindas korban bila korban berada di Taman Bermain. Itu yang harus menjadi perhatian kita bersama.

Dengan putusan majelis hakim ini, maka terdakwa harus membayar Rp 10 juta atau ditambah hukuman 3 bulan penjara lagi. **(Rika)