Desember 21, 2024

Anggota DPR RI Andreas Hugo Pareira: Dr Ignas Kleden Cendekiawan Besar dari Flores

Spread the love

Loading

Jakarta – MCN.com – Kepergian Dr Ignas Kleden, intelektual dan cendekiawan Indonesia, pada Senin (21/1/2024) di RS Suyoto, Jakarta Selatan, Senin (22/1/2024) meninggalkan rasa duka dan kehilangan di hati masyarakat. Secara khusus, kematian itu menimbulkan rasa sedih mendalam di hati warga perantauan NTT di Jabodetabek.

Mereka datang ke Rumah Duka RS Sint Carolus, Jakarta, untuk memberi salam perpisahan terakhir pada sosok pemikir yang rendah hati itu. Uskup Keuskupan Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo memimpin Misa Requiem didampingi Pastor Leo Kleden SVD, dihadiri para perantau NTT.

Dr Ignas Kleden, kelahiran Waibalun, Larantuka, Flores Timur, itu dikenal masyarakat Indonesia sebagai seorang pemikir sosial dengan pemikiran yang cemerlang. Sejumlah buku telah ia tulis dan ratusan artikelnya terpublikasi di pelbagai media seperti koran dan majalah.

Ignas Kleden merupakan sosok intelektual terkemuka dan langka di Indonesia saat ini. Pemikirannya sangat mendalam dan menyasar pada beberapa bidang seperti sosiologi, filsafat sosial, dan sastra Indonesia.

Ignas menulis dengan bahasa Indonesia yang teratur, logis, jernih dan dengan kalimat yang sederhana sehingga bisa dibaca dan diikuti jalan pikirannya oleh pembaca umum. Dengan latar belakang filsafat epistemologi yang kuat, tulisan-tulisan Ignas membongkar pendapat, pernyataan, dan argumen yang keliru dalam cara berpikir masyarakat.

Anggota DPR RI dari Fraksi PDI-P, Dr. Andreas Hugo Pareira mengatakan dirinya sudah mengenal Ignas Kleden sejak awal melalui pemikiran-pemikirannya yang ditulis dalam berbagai media cetak. Dari situ pula, sejak kuliah, Andreas Pareira beberapa kali datang ke tempat kerja Ignas di LP3ES, Jakarta, untuk berdialog. Seperti biasa, Ignas selalu memberi waktu kepada siapa saja yang mau berkonsultasi padanya.

“Beliau itu selalu menyediakan waktu untuk siapa saja.Setelah saya mengajar di kampus, sejak 1998, saya pernah mengundang beliau menjadi pembicara di kampus,” tutur Pareira.

Ignas Kleden juga sering diundang Andreas Pareira untuk berbicara dan berdiskusi di Kantor Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). “Karena beliau melihat sebuah permasalahan dari kaca mata yang jernih, memberikan pandangan-pandangan kritis. Dan kami sangat apresiasi, baik terhadap demokrasi di Indonesia maupun apa yang ada di dalam lingkaran partai sendiri. Pandangan yang menurut saya tidak sekadar memuji tetapi lebih memberi masukan,” tambah Pareira.

Sementara, Pengacara Petrus Bala Pattyona yang datang melayat, mengatakan, mulai mengikuti tulisan-tulisan Ignas Kleden di Majalah Prisma sampai dia menerbitkan tulisannya di Harian Kompas. Kompas memuat secara utuh tulisan Ignas karena pemikiran murninya tertuang di sana. Tulisan Ignas tersebar juga dalam media berbahasa Inggris dan Jerman di luar negeri.

“Pemikirannya orisinal, sangat luar biasa. Dia memberi sebuah perspektif yang sangat mendalam, dengan bahasa yang sederhana. Memang itulah ciri seorang intelektual sejati. Dia mengambil jarak dari kekuasaan,” tutur Petrus di Rumah Duka RS Carolus saat menghadiri Misa Requiem, Selasa (23/1/2024).

Setelah menamatkan studinya di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Ledalero, Maumere, Flores (1966-1974), Ignas berangkat ke Jakarta dan bekerja di Penerbit Obor sebagai editor dan penerjemah buku-buku ilmu sosial pada Yayasan Obor Internasional, Jakarta.

Kemudian ia menjadi staf peneliti pada LP3ES, Jakarta. Pada 1981 dia meraih gelar Master of Art Filsafat pada Hochschule fuer Philosophie, Munich, Jerman (1979-1982, dan meraih gelar doktor sosiologi pada Universitas Bielefeld, Jerman (1989-1995) dengan disertasi berjudul “The Involution of The Involution Thesis: Clifford Geertz’ Studies of Indonesia Revisited” dengan predikat magna cum laude.

Geertz menjadi terkenal di Indonesia karena penelitiannya di Jawa dan Bali, yang menghasilkan beberapa penting tentang Indonesia, seperti “The Religion of Java”. Ignas Kleden kemudian mengkritik argumen yang dipakai Geertz, terutama terkait involusi.

Disertasi doktoralnya ini menarik, karena hanya beberapa orang saya yang berani mengkaji kembali pemikiran sosial yang sudah lama dianut kaum intelektual di Indonesia. Ignas membongkar logika berpikir seperti itu.

Sejak kematiannya diumumkan, tak sedikit tokoh dan kenalannya dari dunia akademik datang melayat. Mereka mengungkapkan kesan yang mendalam terhadap Ignas Kleden, termasuk pemikirannya. Kaum sastrawan juga turut memberi salah terakhir, termasuk Goenawan Mohamad.

Dengan kepergian Ignas, Advokat Petrus Bala Pattyona optimis berharap akan muncul pemikir-pemikir hebat seperti Ignas Kleden. “Tentu saja mereka harus bekerja keras dan fokus pada bidang pemikiran mereka. Itu tantangan bagi generasi muda pemikir kita saat ini,” tutur pengacara papan atas asal Lembata, Flores, NTT itu.

** (Rika)