Januari 12, 2025

Ancaman Diabetes Melitus Meningkat, Prof Dyah Purnamasari Sulistianingsih: Sosialisasi Program Lebih Digencarkan

Spread the love

Loading

Jakarta – MCN.com – Penyakit diabetes melitus di dunia, dari tahun ke tahun, terus meningkat. Tingkat diabetes di Asia lebih tinggi dari Eropa dan Amerika. Gejala gagal ginjal dan serangan jantung di Indonesia kian tinggi.

Dalam tiga dekade terakhir, terdapat peningkatan insiden diabetes melitus tipe (DMT2) pada usia muda (15-39 tahun) sebesar 56 persen secara global.

Pada 2021, jumlah penderita diabetes di Indonesia sebanyak 19,5 juta orang. Data ini memperlihatkan terjadi tren jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 pada populasi di bawah 45 tahun di Indonesia.

Jumlah penderita DMT2 meningkat hingga dua kali lipat, mulai dari 7,4 persen pada 2007 menjadi 14,7 pada 2018.

Penderita DMT2 pada usia lebih muda bersifat lebih progresif dan menyebabkan kejadian komplikasi kronik dini sehingga dapat menurunkan produktivitas pada usia kerja serta meningkatkan beban kesehatan jangka panjang.

Hal ini diungkapkan pakar Endokrin Metabolic Diabetes IPD FKUI Prof Dr dr Rr Dyah Purnamasari Sulistianingsih, Sp.PD, K-EMD, FINASIM, dalam makalah “Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Usia Muda Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia: Masa Depan Penelitian pada Populasi Kerabat Dekat Penyandang DMT2” di Ruang Senat Akademik Fakultas Kedokteran UI, Jl. Salemba Raya, Jakarta Pusat, Jumat (7/7/2023).

Menurut Prof Dyah, faktor penyebab diabetes bermacam-macam. Yang paling sering adalah obesitas. Obesitas dapat disebabkan oleh gaya hidup tidak sehat, disamping faktor kerabat dekat.

“Penelitian kami menunjukkan, kerabat dekat dari pasien diabetes perlu dipertimbangkan. Kelompok ini makin banyak jumlahnya. Otomatis pasien diabetes semakin banyak, kerabatnya semakin banyak, anaknya semakin banyak,” tutur Dyah dalam kompetensi pers.

Diabetes melitus pada usia produktif juga terus meningkat. Itu berarti kejadian komplikasi terjadi lebih dini. “Kalau dia kena diabetes kurang dari usia 40 tahun, maka di usia 40 tahun sudah mulai terlihat gejala gagal ginjal dan serangan jantung. Otomatis dia harus membatasi aktivitas yang mengurangi produktivitas,” jelasnya.

Mencegah diabetes dimulai dengan mencegah obesitas, dengan menerapkan pola hidup sehat. Ini harus dilakukan semua pihak, mulai dari lingkungan keluarga. Bagaimana keluarga menyiapkan makanan sehat untuk anak-anak.

Pihak sekolah pun perlu menyediakan asupan makanan sehat untuk siswa, misalnya kandungan gula dan garam harus disesuaikan.

Hal lain yang dianggap penting adalah pemerintah membantu dengan regulasi yang ketat. Ada regulasi soal iklan makanan dan minuman sehat, soal aktivitas fisik hingga bagaimana ibu hamil harus memeriksa kandungan. Pencegahan obesitas itu butuh waktu yang lama.

Sementara terhadap populasi yang berisiko tinggi (anak kandung, saudara kandung) perlu usaha keras untuk mencegah diabetes dengan pola hidup sehat.

Yang perlu dilihat juga adalah seberapa besar tingkat kesadaran masyarakat terhadap bahaya diabetes melitus. “Sebenarnya mereka semua sudah tahu bahwa obesitas itu berbahaya. Tapi di sini mungkin juga perlu sosialisasi yang lebih gencar dan melibatkan semua pihak termasuk keluarga. Kalau kita sudah bisa meredam obesitas anak, ke depan kita mudah mencegah diabetes,” pungkas Prof Dyah.

Dyah mengatakan, kegiatan timbang badan bayi dan pemberian makanan sehat di Posyandu sebaiknya ditambahkan dengan memberi panduan yang mudah dibaca dan dipahami oleh ibu-ibu, misalnya panduan dalam bentuk gambar yang mudah dipahami.

Sementara itu, pada saat yang sama, pakar Alergi-Imunologi FKUI Prof Dr dr Evy Yunihastuti , Sp. PD, K-AI, FINASIM, menyampaikan materi “Belajar dari Pandemi Covid-19: Vaksinasi dan Profilaksis untuk Perlindungan Tenaga Kesehatan di Indonesia”. * * {Rika}