Jakarta – MCN.com
– Hakim tunggal Hendra Utama Sutardodo menolak gugatan praperadilan yang diajukan Gubernur Papua non aktif Lukas Enembe. Hendra berpendapat penyidikan oleh KPK hingga menetapkan Lukas sebagai tersangka sudah sesuai prosedur hukum.
Sebelumnya, Lukas Enembe menggugat KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan mempermasalahkan dirinya selaku tersangka.
Lukas Enembe diduga menerima suap sebesar Rp 1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka terkait proyek infrastruktur pada Dinas PUTR Pemprov Papua. Lukas juga diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 10 miliar.
Menurut koordinator kuasa hukum Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona, ada tiga hal yang memperlihatkan lemahnya keputusan hakim.
Pertama, surat perintah penyidikan (Sprindik) nomor 79 tertanggal 27 Juli 2022 tidak terbukti. Kemudian KPK terbitkan Sprindik baru tertanggal 1 September 2022 dan pada 5 September 2022 Lukas Enembe ditetapkan sebagai tersangka.
Permasalahannya, kata Petrus, antara tanggal 1 September sampai 5 September 2022 tidak pernah ada saksi-saksi yang diperiksa untuk tindak pidana gratifikasi Lukas Enembe.
“Menurut hakim tadi, walau Sprindik tentang penyalahgunaan APBD tidak terbukti, tapi KPK boleh menetapkan pasal pidana korupsi apa saja. Padahal korupsi itu luas sekali,” ujar Petrus kepada awak media usai sidang di PN Jakarta Selatan, Rabu (3/5/2023).
Kedua, mengenai perpanjangan penahanan, Petrus mengatakan surat-surat penahanan Lukas Enembe itu salah. Surat dari pengadilan berbunyi, Lukas ditahan karena permohonan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
“Kami menandatangani surat itu sebagai tanda terima fisik surat. Tetapi isinya kami pertanyakan. Dan di praperadilan ini kami hendak mempermasalahkan. Tapi hakim berargumen, karena kami telah tanda tangan, walau isi suratnya salah, itu dianggap sudah benar,” tanya Petrus, heran.
Menurutnya, ada beda antara tanda terima surat dan isi surat. Saat menerima surat itu, Petrus sudah mempertanyakan isi surat tersebut dan akan mempermasalahkannya pada sidang praperadilan.
Ketiga, terkait kesehatan Lukas Enembe, Petrus mengatakan bahwa menurut kesaksian ahli patologi Prof Gatot S. Lawrence di pengadilan, Lukas menderita penyakit hepatitis B yang berbahaya dan menular. Namun KPK bersikeras memeriksa Lukas sebagai tersangka di KPK.
“Menurut dokter, fungsi ginjalnya tinggal 8 persen. Kemarin kami bertemu, kakinya masih bengkak. Tahanan yang lain meminta agar Lukas dievakuasi karena penyakit menular,” terangkan Petrus didampingi Cosmas Refra dan penasihat hukum lain.
Argumentasi hakim dalam sidang tersebut juga menjadi keberatan bagi Siprus Atatali MH.
Di luar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sebuah gerakan dan aksi “Save Lukas Enembe” digelar Mahasiswa Papua se-Jabodetabek. Mereka meneriakkan yel yel anti diskriminasi terhadap Lukas Enembe.
Para mahasiswa dan para aktivis HAM itu meminta hakim bertindak adil dan tidak menghalalkan segala cara untuk membenarkan kesalahan prosedur yang dilakukan KPK.
“KPK telah memperlakukan Gubernur Papua sebagai teroris, penjahat, perampok, dan pencuri. Kami minta pengadilan di negeri ini bersikap adil terhadap Bapak Lukas Enembe,” suara orasi itu membahana.
Melihat kondisi terkini Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona mengajak para mahasiswa asal Papua untuk mendoakan kesehatan Gubernur Papua non aktif itu.
** (Rika)
More Stories
Sidang Kedua Kasus PIK 2 Ditunda, Pihak Kuasa Hukum Pembasmi: Penggugat Harus Profesional
Suara Septia Dwi Pertiwi di PN Jakarta Pusat: Relasi Kuasa Berujung Kriminalisasi Buruh
Harvey Moeis Bacakan Pleidoi Sambil Menangis, Kuasa Hukum Junaidi: Jaksa Campurkan UU Sektoral dan UU Korupsi