Jakarta – MCN.com
– Indonesia dan G20 telah memainkan peran amat penting dalam geopolitik dunia dan stabilitas keamanan di Asia-Pasifik.
Dengan politik luar negeri bebas aktif dan semangat gotong royong, Indonesia berhasil mengajak pemimpin negara-negara yang sedang berkonflik untuk membuka dialog. Tak mudah, tapi usaha keras telah dilakukan. Dunia pun mengapresiasi Indonesia.
Hal itu diungkapkan Prof Hikmanto Juwana, SH, LL.M, Ph.D dalam Seminar Nasional “Peran Indonesia dan G20 dalam Geopolitik dan Stabilitas Keamanan Asia-Pasifik” di Lemhanas RI, Jakarta, Senin (24/11/2022).
Prof Hikmanto Juwana mengatakan Indonesia dan G20 telah berkontribusi penting di saat dunia tengah mengalami krisis pangan akibat ketegangan politik dan perang terbuka. Presiden Joko Widodo melakukan pelbagai dialog dengan mengunjungi Presiden Rusia dan Presiden Ukraina.
Pada G-20 di Bali, Indonesia mengundang Presiden Putin dan Presiden Zelensky walau keduanya tak hadir. Indonesia tetap menghargai keputusan mereka.
Peran yang dimainkan Presiden Joko Widodo itu dilihat Prof Hikmanto sebagai keberhasilan Indonesia mewujudkan semangat politik luar negeri bebas-aktif dan amanat Konstitusi negara.
“Pada saat Indonesia menjadi Presidensi G-20, pada Desember 2021, belum terjadi perang Rusia-Ukraina. Mandat G20 adalah pertumbuhan perekonomian dunia. G20 muncul setelah krisis yang terjadi di belahan Asia Pasifik. Nah, kita yakin memiliki ide untuk pertumbuhan perekonomian dunia,” jelas Guru Besar UI dan Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani (Unjani) itu.
Sebelumnya negara-negara besar G7 merasa diri paling tahu ekonomi dunia, tapi kemudian mereka membuka diri pada Indonesia yang memiliki pangsa pasar yang besar. Indonesia merepresentasikan aspirasi negara berkembang.
Pada G-20 Indonesia mengangkat 3 tema besar, yakni arsitektur kesehatan, transisi energi, dan isu digitalisasi (UMKM). Indonesia mengusung semangat gotong royong yang tecermin pada tema Recover Together, Recover Stronger. Dengan semangat gotong royong, Indonesia masuk lebih dalam lagi.
Namun pada Februari 2022 Rusia melancarkan serangan ke Ukraina. Rusia menggunakan Pasal 651 Piagam PBB sebagai alasan mempertahankan diri. Sementara Amerika dan NATO menggunakan Pasal 2 Ayat 4 Piagam PBB menuduh Rusia melakukan intervensi pada negara lain.
Dalam ketegangan itu, Presiden Joko Widodo mengunjungi Presiden Rusia dan Presiden Ukraina. Pertemuan itu sangat berharga dan strategis. Presiden yakin, bila perang terus berlanjut, dunia akan mengalami krisis pangan.
Walau Putin dan Zelensky tak hadir di Bali, namun dunia menghargai upaya Indonesia dalam mencari jalan damai dunia. Prof Hikmanto mengatakan ketidakhadiran Presiden Putin di Bali bukan tanda kegagalan Indonesia sebagai Keketuaan G20.
“Indonesia sudah berikhtiar lakukan upaya optimal untuk mempertemukan negara konflik dalam G-20. Kita menghormati keputusan Rusia untuk tidak hadir,” jelas Hikmanto.
Sementara, pada Senin (14/11/2022) di Bali, Presiden Joe Biden bertemu dengan Presiden Xi Jinping by electronic. Padahal pada pertemuan G20 tahun sebelumnya Presiden Xi tak hadir.
“Presiden Joko Widodo sudah berusaha mempertemukan Presiden Biden dengan Presiden Putin, dan mempertemukan Biden dengan Xie Jinping. Dunia akan beri apresiasi kepada presiden kita. Seharusnya semua negara minta Presiden Putin hadir dan bertemu Presiden Biden di Bali,” ungkap Prof Hikmanto.
#MCN/RIKA/RED
More Stories
Kasad Rayakan Natal Bersama dan Tinjau Renovasi Panti Asuhan Bait Allah di Medan
Ciptakan Situasi Aman Dan Kondusif Pasca Pilkada 2024, Polres Metro Jakarta Timur Adakan Cooling System Demi Kamtibmas
Refleksi Diri Pelajar dan Mahasiswa Papua di Cianjur