Jawa barat – MCN.com
-Bencana alam tak bisa diprediksi tepat waktu kapan terjadi. Kita hanya bisa mengantisipasinya dengan pelbagai tindakan mitigasi dan adaptasi.
Adalah fakta bahwa Indonesia yang terletak di Ring of Fire merupakan “super market bencana” yang mesti diubah menjadi laboratorium bencana sehingga menjadi pusat kajian kebencanaan.
Endapan-ebdapan sedimentasi yang masih ditemukan di sepanjang daerah di Indonesia, memperlihatkan betapa bencana alam mahadahsyat itu pernah terjadi di negeri ini, ratusan tahun lalu. Data itu seharusnya bisa dianalisis dan menghasilkan strategi kebijakan bagi mitigasi bencana demi menghindari korban jiwa yang lebih banyak lagi.
Hal ini mengemuka dalam talkshow bertajuk “Kolaborasi untuk Indonesia Siap Siaga Bencana” di Mall Cibinong, Jawa Barat, dalam Pameran “Indonesia Research and Innovation (InaRI) Expo 2022” yang berlangsung sejak 27-30 Oktober 2022.
Dalam presentasinya, Dr. Raditya Jati, S.Si, M.Si, Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB, mengatakan, kita harus menjadikan Indonesia pusat kajian bencana alam karena memiliki banyak “pengalaman” bencana alam.
“Dengan data kebencanaan yang ada, kita bisa melakukan analisis sehingga memudahkan pembuatan strategi kebijakan. Dengan kesadaran kolektif ini kita bisa membangun resilensi bangsa, sampai pada membangun Desa Tangguh Bencana,” tutur Raditya Jati.
Pencegahan bencana di Indonesia pada akhirnya harus berbasis edukasi. Perlu dibangun satuan-satuan pendidikan aman bencana sehingga masyarakat sadar di mana dia tinggal dan kemana dia harus evakuasi diri saat terjadi bencana.
Kesiapsiagaan masyarakat mengantisipasi dan mencegah bencana, antara lain terlihat pada program Desa Tangguh Bencana. Dengan adanya Desa Tangguh Bencana, mereka sadar berada dalam risiko yang tinggi. Ini upaya pencegahan.
Kita mempunya peta wilayah risiko bencana, yang kemudian digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan penanggulangan bencana di daerah.
Kalau kita melihat data dan peta itu, kata Dr. Raditya Jati, hampir seluruh wilayah Indonesia berwarna merah, karena Indonesia dikelilingi bencana. Terdapat 127 gunung api dan 295 patahan. Risikonya, hampir setiap bulan terjadi bencana di Indonesia.
Pada 5 tahun terakhir saja terdapat 6.000 korban jiwa akibat bencana, ratusan ribu orang mengungsi, kehilangan tempat tinggal, dan kehilangan harta benda. Mereka menjadi penduduk miskin.
Bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, longsor semakin tinggi terjadi, dari tahun ke tahun. Semua ini tak lepas dari intervensi manusia pada alam berupa penggundulan hutan, penebangan liar, galian tambang yang berdampak kerusakan lingkungan.
Bencana akan berulang. Kita harus siap agar tidak terjadi korban jiwa. Perpres Nomor 87 Tahun 2020 memperlihatkan komitmen dan pertanggungjawaban kita bersama. * (Rika)
#MCN/RZ-HN/RED
More Stories
KAPAKA, Militer, dan Jigsaw: Kompetisi Menangkap Tikus di Negara Ngacoceria
Kantor Hukum Rahmat Aminudin & Rekan : Ucapkan Selamat Tahun Baru 2025
Musrenbangnas RPJM Tahun 2025-2029, Pj Gubernur Papua Barat: Masih Tinggi Ketergantungan Daerah Pada Pusat