Jakarta -MCN.com
-Di bawah tema “Menjaga Persatuan dan Kesatuan untuk Indonesia Damai” acara Dialog Kebangsaan 77 Tahun Indonesia Merdeka digelar di Gedung IASTH Lantai 5 Kampus Universitas Indonesia Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (26/8/2022). Selain para dosen, acara ini dihadiri secara hybrid oleh para mahasiswa S3, S2, dan S1.
Ada pun para narasumber yang dihadirkan adalah Kasubdit Kontra Naratif Ditcegah Densus 88 AT Polri AKBP Mayndra Eka Wardhana, S.H, MKP, Direktur Jaringan Indonesia Moderat Cak Islah Bahrawi, dan Kaprodi S3 SKSG UI Dr. Drs Ahmad Hanief Saha Ghafur, M.Si.
Ketua Panitia Nuzulul Firdaus S.E mengatakan, acara dialog kebangsaan ini merupakan salah satu upaya untuk mengisi Hari Kemerdekaan RI, yaitu tetap menjaga persatuan dan persatuan untuk Indonesia Damai. Sementara Ketua Forma SKSG UI Bahal Siregar S.Ag, mengungkapkan, walaupun masih ada kekurangan, namun cita-cita Indonesia merdeka dan demokrasi terus berkembang.
Sementara, Kaprodi S3 SKSG UI Dr. Drs Ahmad Hanief Saha Ghafur, M.Si, dalam refleksinya, mengatakan, mendirikan suatu negara dan menjaga persatuannya merupakan suatu perjuangan yang sangat sulit, dibandingkan dengan membubarkan suatu negara. Dr. Hanief mengingatkan, kemerdekaan Indonesia bukan hadiah dari Jepang seperti yang masih dikira banyak orang. Kemerdekaan kita hasil perjuangan rakyat Indonesia, dengan keringat dan darah.
Indonesia merupakan negara yang kaya dengan hasil alamnya, termasuk sektor energi. Mengacu pada sejarah konflik yang terjadi di negara-negara dunia, Kasubdit Kontra Naratif Ditcegah Densus 88 AT Polri AKBP Mayndra Eka Wardhana, S.H, MKP menjelaskan hal itu terutama disebabkan oleh perebutan sumber ekonomi termasuk energi. Energi merupakan kebutuhan utama saat ini.
Indonesia yang kaya sumber energi menjadi incaran negara-negara lain. Pelbagai cara dilakukan untuk mewujudkan ambisi itu, antara lain dengan menyebarkan ideologi transnasional yang bertentangan dengan Pancasila. Munculkan pelbagai ideologi kekerasan seperti fundamentalisme, radikalisme, terorisme, dan intoleransi.
Mayndra menjelaskan kondisi negara-negara yang kini terpuruk akibat sejak semula membiarkan ideologi-ideologi transnasional itu berkembangbiak. Ia mencontohkan Afganistan dan negara lain.
“Kita dikelilingi beberapa negara yang berafiliasi dengan negara besar dan ideologi radikal. Kita sering abai dengan pilar-pilar kebangsaan kita, Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI. Terorisme tidak sesuai dengan agama dan kemanusiaan. Terorisme selalu merupakan sel tidur. Dengan bebasnya internet, siapa pun bisa teradikalisasi, termasuk ada kampus yang terindikasi radikal,” ujar Mayndra Eka Wardhana.
Mayndra mengatakan saat ini penanggulangan terorisme di Indonesia oleh Densus 88 berbasis pencegahan sehingga peran masyarakat amat penting dalam gerakan bersama ini.
Pada kesempatan itu Cak Islah menjelaskan tentang pelbagai kepentingan politik yang menyusup dalam “wajah Islam” dan merusak Islam itu sendiri. Ia memaparkan perjalanan sejarah di mana ambisi-ambisi politik berada dalam konflik-konflik besar yang terjadi di dunia. Menurutnya, baik Perang Salib maupun konflik Palestina-Israel sesungguhnya bukan perang agama, melainkan glorifikasi kepentingan politik.
Ambisi politik inilah yang merusak semua agama. Karena itu Cak Islah mengajak anak bangsa ini untuk kembali melihat sosok-sosok besar Islam dalam sejarah peradaban manusia ini yang merupakan manusia unggul karena menawarkan pemikiran besar yang sejuk. Sosok-sosok seperti Ibnu Khaldun itulah yang perlu dilahirkan kembali dalam perjalanan Islam saat ini.
“Karena orang Islam terlalu banyak dijejali cita-cita politik. Glorifikasi kepentingan politik inilah yang dijejalkan kepada masyarakat Islam. Mimpi-mimpi politik ini merusak umat beragama dan masyarakat. Kita terlalu dijejali dengan gagasan-gagasan atau ideologi liberal. Ideologi transnasional. Semua jargon politik itu hendak memecahkan kita,” tutur Cak Islah. * (Rika).
#MCN/RZ-HN/RED
sangat antusias sekali acaranya, baguss…bagaimana untuk sertifikatnya min?