Jakarta – MCN.com – Sidang kedua sengketa hasil pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (21/1/2025).
Agendanya mendengar jawaban dari Termohon, keterangan Pihak Terkait, Bawaslu, pengesahan alat bukti dari Termohon, pengesahan alat bukti Pihak Terkait dan Bawaslu.
Seperti diketahui, pada sidang pertama di MK, Paslon Nomor 03 Nasrun Umar dan Lia Anggraini meminta Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi membatalkan keputusan KPU Kabupaten Muara Enim tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Muara Enim Tahun 2024 tertanggal 3 Desember 2024.
Pemohon juga meminta MK memerintahkan Termohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang, khususnya di empat kecamatan yaitu Kecamatan Lawang Kidul, Muara Enim, Ujan Mas, dan Empat Petulai Dangku. Petitum itu dibacakan kuasa hukum O.C. Kaligis.
Ditemui di sela kegiatan siding, kuasa hukum Paslon Nomor 2, Riasan Zahri, menjelaskan, hari ini pihaknya diberi kesempatan untuk memberikan keterangan sebagai Pihak Terkait. “Intinya, kami menolak dalil-dalil dari Pemohon,” ujar Zahri.
Zahri mengatakan, ada dua hal yang dikemukakan, yaitu eksepsi dan pokok perkara. Ada empat poin dalam eksepsi. Pertama, mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi. Pemohon tidak membuat penghitungan suara yang benar.
Kedua, masalah tenggang waktu. “Kami menganggap permohonan Pemohon telah lewat tiga hari kerja sejak keputusan KPU tanggal 3 Desember 2024. Faktanya Pemohon mengajukan permohonan tanggal 6 Desember 2024.
Ketiga, menyangkut masalah kedudukan hukum. Syarat mengajukan sengketa ke Mahkamah Konstitusi Kabupaten Muara Enim itu adalah satu persen. Sementara faktanya selisih antara Pemohon dengan Pihak Terkait adalah 3,12 persen atau 9.205 suara. “Sehingga menurut pendapat kami, ini sudah melebihi ambang batas,” paparnya.
Keempat, menyangkut masalah obscuur libel, permohonan Pemohon kabur. Antara petitum yang satu dengan yang lain bertentangan. Pemohon minta dia ditetapkan sebagai pasangan terpilih, tetapi di petitum berikutnya dia minta adanya pemungutan suara ulang (PSU).
Dalam jawaban pokok perkara, tim kuasa hukum Paslon Nomor 2 menolak semua hal yang diajukan Pemohon. “Terhadap permintaan untuk pemungutan suara ulang, tidak ada dasar menurut UU dapat dilakukan. Saksi-saksi menandatangani tingkat TPS. Tidak ada kejadian-kejadian. Saksi-saksi tidak keberatan, tidak ada rekomendasi untuk dilakukan pemungutan suara ulang. Menyangkut masalah TSM harus jelas, bahwa ada suatu kejadian yang dapat mempengaruhi hasil perolehan suara. Syaratnya harus lebih dari 50 persen,” tutur Zahri.
Kabupaten Muara Enim memiliki 22 kecamatan sehingga minimal kejadian itu mempengaruhi perolehan suara di 12 kecamatan. Pemohon tidak menjelaskan ada kejadian apa, di mana, bagaimana.
“Oleh karena itu kami memohon kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi agar menyatakan keputusan KPU Muara Enim tentang penetapan perolehan suara (dalam perkara 1665) dibenarkan oleh Mahkamah Konstitusi. Karena rakyat Kabupaten Muara Enim sudah menyatakan haknya untuk dipimpin oleh pasangan Edison-Sumarni lima tahun ke depan,” jelas Zahri.
Di persidangan, KPU Muara Enim membantah dalil-dalil Pemohon. Panwaslu juga menyatakan tidak ada laporan.
Harapan Zahri terhadap Mahkamah Konstitusi agar tetap menguatkan hasil pemilihan kepala daerah, bupati dan wakil bupati Kabupaten Muara Enim ini dan menguatkan pasangan Edison-Sumarni sebagai Bupati dan Wakil Bupati terpilih. **(Rika)
More Stories
Sengketa PHPU Pilkada Kepulauan Mentawai Menunggu Keputusan Mahkamah Konstitusi
Sidang II Sengketa Pilkada Tanah Datar, Ketua Bawaslu Andre Azki: Kami Akan Memberi Keterangan Lengkap Terhadap Pemohon
Digagalkan KPU, Bakal Bacalon Budi-Henny Gugat KPU Empat Lawang ke MK