Jakarta – MCN.com – Penelusuran aliran dana atau kredit Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) ke PT Petro Energy terus diintensifkan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tujuannya untuk menyelamatkan kerugian negara ditaksir mencapai Rp 3,451 triliun. Ada juga dugaan PT Petro Energi sebelumnya telah bekerjasama dengan beberapa perusahaan memanfaatkan aliran dana LPEI tersebut.
Penyidik KPK untuk sementara tengah menggali dugaan keterlibatan PT Kutilang Paksi Mas (KPM). Kerja sama PT Petro Energy dengan PT KPM entah disengaja atau tidak, bermuara ke pembiayaan tambang batu bara PT Arsy Nusantara (AN) di lokasi tambangnya, di Kalimantan Tengah (Kalteng).
Juru Bicara (Jubir) KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, Senin (9/12/2024) membenarkan bahwa penyidik lembaga antirasuah tengah intensif dan kerja keras membongkar aliran dana/kredit LPEI ke PT Petro Energy yang diduga dialirkan lagi ke sejumlah perusahaan, diduga termasuk ke PT Kutilang Paksi Mas dan PT Arsy Nusantara.
“Penyidik KPK masih melakukan penelusuran aliran dana kredit PT LPEI. Kalau ada perkembangan dari pengembangan kasus tersebut tentunya akan disampaikan kepada masyarakat. Saat ini penyidik KPK masih bekerja keras,” kata Tessa.
PT Petro Energy sesungguhnya yang memperoleh dana pinjaman dari LPEI. Tetapi PT Petro Energy diduga bekerjasama dengan PT Kutilang Paksi Mas membiayai perusahaan tambang PT Arsy Nusantara.
Pihak PT Kutilang Paksi Mas yang beralamat di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan maupun pihak PT Arsy Nusantara belum berhasil dimintai tanggapan atas adanya dugaan kedua perusahaan tersebut mendapat aliran dana dari PT Petro Energy bersumber kredit LPEI.
Tessa menegaskan KPK terus mempelajari kasus ini dan sangat memungkinkan menjerat para pihak lainnya yang terlibat dalam perbuatan melawan hukum dan patut untuk dimintakan pertanggungjawaban pidananya.
Selain dugaan aliran dana/kredit ke PT Kutilang Paksi Mas dan PT Arsy Nusantara, penyidik KPK juga sudah membongkar dugaan keterlibatan perusahaan lainnya. Bahkan terkait hal itu penyidik KPK telah menetapkan tujuh (7) orang tersangka terkait kasus ini dan telah melakukan penyitaan terhadap sejumlah aset seperti uang tunai, properti, kendaraan bermotor, dan perhiasan untuk memulihkan kerugian keuangan negara.
Ketujuh tersangka tersebut terdiri dari pihak penyelenggara negara dan swasta. Dari pihak swasta, KPK telah memeriksa Jimmy Masrin selaku Komisaris Utama PT Petro Energy dan Newin Nugroho selaku Direktur Utama.
Jimmy Masrin selama ini dikenal sebagai Dirut PT Caturkarsa Megatunggal (CM), pengendali dan pemilik manfaat PT Lautan Luas Tbk (LTLS)—perusahaan publik di bidang manufaktur kimia dan pelayaran.
Jimmy bersama saudaranya Indrawan Masrin juga diketahui sebagai pemilik manfaat di PT Tunas Niaga Energi (TNE), perusahaan trading dan angkutan batu bara yang diduga terafiliasi dengan PT Pada Idi, perusahaan tambang batu bara di Barito Utara. Dirut PT TNE dan PT Pada Idi diduga adalah orang yang sama, yakni Jubilant Arda Harmidy.
Jubilant disebut-sebut pula menjabat Dirut di PT Tunas Laju Investama (TLI), perusahaan investasi yang sahamnya dikuasai Jimmy Masrin dan PT CM. PT TLI ini didirikan pada tahun yang sama saat PT Petro Energy dinyatakan pailit pada 2020.
Dari hubungan itu diduga ada keterkaitan antara PT Petro Energy dengan PT Pada Idi ataupun perusahaan-perusahaan lain yang terafiliasi. Oleh sebab itu, penyidik KPK diminta melakukan pengusutan apakah ada aliran dana LPEI dan keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus ini, khususnya ke perusahaan tambang batu bara.
“Penyidik masih terus melakukan penelusuran aset milik para tersangka guna memulihkan nilai kerugian negara akibat dari perkara tersebut,” kata Tessa.
Daftar aset milik para tersangka yang telah disita antara lain 44 properti berupa tanah dan bangunan dengan nilai sekitar Rp 200 miliar. Berikutnya uang tunai Rp 4,6 milyar, enam unit kendaraan, 13 buah logam mulia, sembilan jam tangan, 37 tas mewah, lebih 100 perhiasan dalam berbagai jenis.
Penyidik KPK juga menemukan sejumlah aset yang diagunkan dan masih mendalami kaitan antara aset-aset tersebut dengan perkara yang disidik tersebut.
Dugaan korupsi di LPEI berawal dari aduan dugaan korupsi yang diterima KPK pada 10 Mei 2023 dan telah masuk tahap penyidikan pada 19 Maret 2024.
Dalam kasus ini, penyidik KPK menduga negara dirugikan mencapai Rp 3,451 triliun akibat korupsi pemberian kredit ekspor tersebut. Indikasi kerugian itu timbul dari kucuran kredit ke tiga korporasi yakni, PT PE Rp 800 miliar, PT RII Rp 1,6 triliun, dan PT SMYL Rp 1,051 triliun. **(Rika)
More Stories
Prajurit Lanal Bengkulu Latihan Sea Survival Guna Peningkatan Kapasitas dan Kesiapan Dalam Menghadapi Situasi Darurat di Wilayah Perairan Bengkulu
Danlanal Bintan Hadiri Rapat Kontijensi Banjir
Giat Karya Bhakti Koramil 03/Pasar Rebo Bersihkan Sampah dan Rumput Liar.