Desember 20, 2024

Proyek Strategis Nasional Merauke Merampas Sumber Hidup dan Abaikan Kedaulatan Pangan Masyarakat Adat Malind dan Yei

Spread the love

Loading

Jakarta – MCN.com – Konferensi Pers dilakukan kelompok Solidaritas Merauke menanggapi pelaksanaan program strategis nasional berupa pembangunan lumbung pangan di Kabupaten Merauke, yang berdampak pada kehidupan masyarakat adat Malind dan Yei.

Konferensi pers digelar di Kantor YLBI, Jl. Diponegoro, No.74, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (16/10/2024).

Menurut Solidaritas Merauke, program strategis nasional lumbung pangan itu telah merampas hak hidup dan sumber daya masyarakat adat suku Malind Anim dan suku Yei, pemilik sah wilayah itu.

Hadir dalam konferensi pers itu Franky Samperante (Yayasan Pusaka Bentala Rakyat), Tius Kornelius (tokoh agama), Mama Sinta (masyarakat adat terdampak), Teddy Wakum (LBH Papua), Jihan (Perempuan Mahardika), dan Simon (masyarakat adat Malind)

Franky Samperante mengatakan antara lain Proyek Strategi Nasional (PSN) Merauke, yang diklaim sebagai proyek food estate, secara hukum diterbitkan oleh Menteri Perekonomian pada November 2023.

Namun, hingga saat ini masyarakat belum berhasil mendapatkan dokumen resmi terkait proyek ini, terutama terkait rancangan besar atau grand design yang seharusnya menjadi pedoman implementasi proyek.

Dokumen yang beredar sejauh ini pun bersifat parsial dan tidak memberikan gambaran menyeluruh, sehingga menimbulkan pertanyaan serius terkait transparansi dan akuntabilitas.

Di lapangan, PSN Merauke diimplementasikan melalui tiga pola utama: pertama, proyek cetak sawah baru dengan target satu juta hektar di bawah kendali Kementerian Pertahanan; kedua, optimalisasi lahan yang sudah ada; dan ketiga, pengembangan perkebunan tebu serta bioetanol.

Namun, implementasi ini tidak lepas dari kontroversi. Pengawasan ketat oleh aparat TNI-Polri menunjukkan adanya unsur militerisasi dalam pengelolaan proyek ini.

Selain itu, penggusuran lahan yang marak menjadi sinyal kuat bahwa pelaksanaan PSN Merauke lebih condong mengabaikan aspek keberlanjutan sosial dan lingkungan, serta hak-hak masyarakat lokal.

Proyek ini tampak lebih berfokus pada pencapaian target ekonomi daripada memperhatikan dampak sosial yang ditimbulkannya.

Pastor Tius Kornelius mengatakan proyek ini datang dengan kekuatan besar, didukung oleh angkatan bersenjata, seolah-olah ada perang yang sedang berlangsung. Masyarakat merasa diteror dan diintimidasi, seakan-akan hak-hak mereka diabaikan begitu saja tanpa pertimbangan.

Wilayah yang kini menjadi lahan proyek adalah kawasan mangrove yang sangat vital bagi ekosistem setempat.

Proyek ini semakin mengancam keberlanjutan ekologi. Kehancuran ini tidak hanya menghancurkan alam, tetapi juga menghancurkan ikatan erat masyarakat adat dengan lingkungan.

“PSN ini menghancurkan hutan kami, yang berarti juga menghancurkan kehidupan kami. Dalam jangka panjang, ini dapat berdampak serius pada kelangsungan hidup masyarakat Papua,” tutur Pastor Tius.

Simon mengatakan, Forum Masyarakat Adat dan Suku-suku Malind, telah menggelar aksi demonstrasi sejak bulan Juli di Kantor Bupati Merauke.

Pada saat itu, Bupati sebagai wakil pemerintah daerah menyatakan bahwa tidak ada perusahaan yang masuk, padahal itu tipu saja.

Situasi semakin membingungkan ketika helikopter-helikopter mulai terbang setiap hari di atas kampung warga. Kehadiran helikopter-helikopter ini menimbulkan ketakutan dan kecemasan. Masyarakat tidak pernah diberi penjelasan terkait pengambilan sampel tanah, yang dilakukan tanpa persetujuan masyarakat.

Sementara itu, Mama Sinta mengatakan, para perempuan Papua kini menghadapi kesulitan dalam mencari makan. Satu-satunya dusun yang menjadi sumber penghidupan mereka telah dirusak. Tempat untuk bertahan hidup telah hilang. Suara perempuan harus dihargai dan diperhitungkan dalam setiap keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka.

Teddy Wakum dari LBH Papua mengatakan negara mengabaikan semua suara dan aspirasi rakyat, khususnya di wilayah Papua Selatan. Tidak ada sosialisasi yang diberikan kepada masyarakat, namun perusahaan ini melanjutkan kegiatannya seolah-olah tak ada yang perlu diperhatikan.

Jihan dari Perempuan Mahardika mengatakan proyek food estate ini hanya menguntungkan oligarki dan perusahaan-perusahaan bisnis yang terlibat dalam Proyek Strategis Nasional ini. **(Rika)