Jakarta – MCN.com – Dengan sebuah spanduk panjang terentang lebar bertuliskan “Rombngan Eks Pengungsi Maluku/Maluku Utara. Maluku Satu Gendong. Tairis di Kuku Tarasa di Daging”, sekitar 35 pria dan wanita mengenakan pakaian adat Maluku datang ke Kejaksaan Agung RI di Jakarta Selatan, Senin (3/6/2024).
Mereka sudah empat hari berada di Jakarta, naik kapal dari Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Tenggara, dengan harapan ada menemukan keadilan di Jakarta. Mereka juga berteriak dan meminta bantuan Presiden Joko Widodo.
Tujuan mereka jelas, menuntut uang kompensasi yang dijanjikan pemerintah. Akibat konflik sosial pada 1999 hingga 2005 itu, banyak orang yang terpaksa mengungsikan demi menyelamatkan diri mereka dari pihak musuh.
Mereka tak bisa membawa semua harta benda mereka. Hanya dengan pakaian di badan dan beberapa dokumentasi penting, mereka meninggalkan rumah mereka. Rumah-rumah itu kemudian dibakar pihak lawan.
Setelah situasi makin kondusif, pemerintah meminta para pengungsi kembali ke kampung halaman masing-masing dan menjanjikan uang kompensasi bagi rumah dan bangunan yang terbakar agar mereka dapat membangun tempat tinggal yang baru.
Uang kompensasi itu memang ada, buktinya sebagian besar orang telah menerimanya dan perlahan membangun tempat kediaman mereka. Namun, konflik yang begitu besar itu tak bisa terhindar dari kekurangan data terhadap para pengungsi yang lain.
Faktanya, sekian tahun usah konflik berhenti, banyak warga masyarakat yang masih tinggal di tenda-tenda darurat dan tenda pengungsi.
Para pengungsi yang belum mendapatkan uang kompensasi atas harta benda yang hilang itu, terus menuntut kepada pemerintah.
Menunggu sekian lama, akhirnya beberapa perwakilan eks pengungsi itu tiba di Jakarta untuk melanjutkan tuntutan mereka kepada negara.
Pada Senin (3/6/2024) sejumlah eks pengungsi Maluku itu tiba di komplek Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Jakarta Selatan, dengan memakai pakaian tradisional adat Maluku berwarna merah dan hitam dengan tutup kepala berwarna merah (kain berang) dan beberapa aksesoris tarian Maluku seperti parang dan salawaku.
Kedatangan itu sebagai reaksi atas hasil pertemuan mereka dengan pihak kejaksaan, yang pada saat itu seorang pejabatnya mengatakan bahwa urusan pengungsi Maluku sudah selesai.
“Kami datang untuk memperlihatkan verifikasi dan validasi data nama-nama eks pengungsi Maluku dan Maluku Utara yang ditangani kejaksaan. Pada hari ini, pagi ini, kita sudah bertemu dengan pihak kejaksaan yang mewakili Jaksa Agung yang menyampaikan bahwa terkait verifikasi dan validasi data eks pengungsi Maluku dan Maluku Utara sekarang ditangani Kementerian Sosial,” tutur Pengacara Laode Zulfikar yang mendampingi kelompok ini.
Seperti penyampaian dari awal bahwa mereka adalah masyarakat dari 3 provinsi, yaitu Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Tenggara. Setelah dari Kejaksaan Agung RI, mereka bersama-sama menuju Kementerian Sosial untuk mendatakan diri kita agar dilakukan verifikasi dan validasi data eks pengungsi Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Tenggara.
Pengacara eks pengungsi Maluku dan Maluku Utara Laode Zulfikar SH mengatakan, jumlah pengungsi yang ada di tiga daerah terdiri dari pengungsi Maluku sebanyak 91.000 KK, Maluku Utara 50.300 KK, dan Sulawesi Tenggara 68.700 KK.
“Setelah kerusuhan Maluku dan Maluku Utara, pemerintah menjanjikan memberikan kompensasi dan BBR (Bahan Bangunan Rumah). Dalam Perjanjian Malino itu, kedua kelompok bertikat bersedia menghentikan konflik. Hanya dalam pelaksanaannya, pemberian bantuan bahan bangunan dan uang kompensasi itu tidak merata. Kami masyarakat bertanya, mengapa ada yang diberi bantuan dan ada yang tidak diberi bantuan.
“Setelah kami ajukan ke pengadilan – karena kami ingin hak-hak kami terpenuhi – putusannya adalah mengharuskan pemerintah membayar Rp 3,5 juta untuk kompensasi dan Rp 15 juta untuk BBR. Kami yang hadir di sini berharap pada pemerintah untuk membayarkan hak-hak kami sesuai dengan keputusan pengadilan,” tegas Laode.
Hanya saja kemarin, informasi dari Jaksa Agung melalui pengacara yang ditunjuk, mengatakan bahwa eks pengungsi Maluku dan Maluku Utara sudah tidak ada lagi berdasarkan hasil verifikasi.
“Kami tidak tahu apa maksud “sudah tidak ada lagi” ini. Apakah kejaksaan berpikir bahwa eks pengungsi itu “sudah tidak ada lagi” karena sudah mati semuanya. Makanya kami hadir di sini ingin membuktikan bahwa eks pengungsi Maluku dan Maluku Utara masih hidup dan ada, dan masih menunggu bantuan dari pemerintah,” lanjutnya.
Sekarang ini kami tengah masuk ke langkah verifikasi dan validasi data. Karena, memang data yang diserahkan itu masih menggunakan KTP lama, sementara saat ini, pembayaran dilakukan dengan menggunakan KTP terbaru.
Para eks pengungsi itu berharap pemerintah tak mengakali dengan mencoba mengatakan bahwa telah membentuk tim dan turun ke daerah, dan pengungsi tidak ada lagi sehingga menafsirkan “tidak ada lagi pengungsi”, ini berarti mereka semua sudah pada meninggal”.
“Kami juga berharap kepada Bapak Presiden Joko Widodo bisa membantu menyelesaikan masalah ini. Kami ini hadir dari jauh. Sudah empat hari empat malam kami ada di Jakarta. Kami naik kapal dari tiga provinsi, Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Tenggara, datang ke Jakarta dengan harapan mendapatkan keadilan di Jakarta.
“Kami masih berharap, keadilan masih ada di Jakarta agar perjuangan kami ini dipenuhi. Yaitu, janji pemerintah untuk memberi bantuan dan kompensasi kepada eks pengungsi Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Tenggara segera terwujud. Kami ingin membuktikan bahwa kami ini eks pengungsi dan masih hidup,” pungkas Pengacara Laode Zulfikar. ***(Rika)
More Stories
Rosita Habema Disambut Antusias Warga Krepkuri
Pererat Kebersamaan, Satgas Habema Makan Bersama Warga Alguru
Lantamal I Hadiri Acara Pembukaan Rakornas Pembangunan Daerah Se-Indonesia Tahun 2024