Jakarta – MCN.com
– Rakyat Indonesia kembali dikagetkan dengan dugaan diintervensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Presiden Jokowi sejak kasus korupsi pengadaan e-KTP pada 2017 silam. Hal itu diungkapkan Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo dalam acara Rosi di KompasTV, beberapa waktu lalu.
“Indonesia sedang darurat korupsi,” ujar NCW saat gelar konfrensi pers di Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (4/12/ 2023).
Agus mengatakan, saat itu lembaga yang dipimpinnya sedang membidik eks Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dalam megakorupsi pengadaan e-KTP.
Presiden Jokowi saat itu memanggil Agus Rahardjo untuk meminta agar pengusutan kasus Setya Novanto (Setnov) dihentikan.
Menurut Agus, dia diperintah untuk masuk melalui jalur khusus, sehingga tidak diketahui awak media saat kehadirannya di Istana. Agus tidak melewati ruang wartawan, tapi lewat masjid kecil yang ada di Istana.
Terkait maksud presiden, Agus menolak untuk menghentikan proses penyidikan Setnov karena pada saat intervensi itu terjadi, UU KPK belum memberlakukan adanya SP3 (Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan), sehingga perintah presiden tersebut tidak bisa dikabulkan oleh Agus.
Gagal di situ, akhirnya dilakukan revisi Undang-Undang tentang KPK, yang intinya dimasukan adanya mekanisme SP3 dan lembaga KPK berada di bawah presiden.
“Mungkin waktu itu presiden merasa ini Ketua KPK tak bisa diperintah oleh presiden,” ujar AgusRahardjo kepada Rosi.
Sejak revisi UU KPK disahkan dan diberlakukan, pada Jumat, 13 September 2019 silam, tiga pimpinan KPK saat itu yaitu Agus Rahardjo, Saut Situmorang, dan Laode M Syarif menyerahkan mandat pengelolaan lembaga antirasuah ke Presiden Jokowi.
Sebelumnya, KPK berdiri independen dan hanya bertanggung jawab kepada masyarakat.
NCW menilai maraknya korupsi terjadi di pemerintahan Jokowi membuat Presiden Jokowi perlu dikritisi. DPP Nasional Corruption Watch (NCW) menyambut gembira peristiwa penting ini, karena memberikan kesaksian bobroknya pemerintahan Indonesia saat ini.
Dalam 2 bulan terakhir, DPP NCW gencar menyuarakan praktik korupsi oknum-oknum penyelenggara negara di lingkungan pemerintahan Jokowi. NCW mensinyalir lemahnya pemberantasan KKN saat ini karena adanya kebutuhan rezim Jokowi untuk melanggengkan kekuasaannya.
NCW prihatin, banyaknya terduga korupsi yang sudah diungkapkan oleh DPP NCW, hingga hari ini, tidak satupun yang ditingkatkan statusnya menjadi tersangka.
“Mundur secara terhormat atau dimakzulkan oleh rakyat, hanya itu pilihan yang dimiliki Jokowi saat ini,” kata Ketum NCW Hanif.
Pengerdilan fungsi dan independensi KPK melalui Revisi UU KPK pada tahun 2019 berujung semena-menanya pemerintah menabrak konstitusi dan menggunakan kekuasaan untuk menekan pihak-pihak yang tidak sejalan dengan presiden.
Indonesia sedang dalam kondisi darurat korupsi saat ini. Demokrasi tak boleh sampai sekarat. Kekuasaan otoriter harus dihentikan. **(Rika)
More Stories
Lounching Makan Gratis di SDN 06, 07 Pulogebang, Badan Gizi Nasional Bersama Kodim 0505/JT
Ziarah Makam Ke Kampung Bahari Nusantara Pulau Penyengat
KRI Teluk Amboina-503 Latih Kesiapsiagaan Unsur Kapal Perang di Jajaran Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) Agar Mampu Melaksanakan Kegiatan Tempur