Januari 9, 2025

Lukas Enembe Marah di Ruang Sidang Saat Jaksa KPK Baca Dakwaan Terima Suap Rp 45,8 Miliar

Spread the love

Loading

Jakarta – MCN.com – Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe marah besar dan mencemooh saat jaksa penuntut umum dari KPK membacakan dakwaan penerimaan suap sebesar Rp 45,8 miliar pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (19/6/2023). “Woii, dari mana 45 (Rp 45 miliar). Tidak benar itu. Jaksa tipu-tipu, tidak benar semuanya,” protes Lukas pada sidang yang dipimpin Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh.

Rianto memperingatkan Lukas agar lebih tenang, karena ada waktu untuk membacakan nota keberatan atau eksepsi.

Lukas yang duduk di kursi terdakwa, didampingi kuasa hukumnya Petrus Balapationa, masih terlihat dalam kondisi sakit. Hal itu diperkuat surat dari dokter yang dibacakan Rianto dalam persidangan itu.

Jaksa penuntut menyebutkan Lukas Enembe bersama dengan Kadis PU dan Penataan Ruang Papua (2013-201) Mikhael Kambuaya dan Kadis PU dan Penataan Ruang Papua (2018-2021) Gerius One Yoman menerima hadiah total Rp 45,84 miliar untuk memperlancar proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov Papua tahun anggaran 2013-2022.

Lukas kemudian menginstruksikan Mikhael Kambuaya untuk memberikan proyek kepada Piton Enumbi. Lukas mendapat fee sebesar Rp 3,34 miliar. Sementara dari Rijanto Lakka, Lukas menerima imbalan sebesar Rp 1 miliar. Lukas juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 1 miliar yang diterima dari Direktur PT Indo Papua Budy Sultan.

Mengenai tuduhan bahwa Lukas telah menerima fee hasil tender lelang elektronik, sampai saat ini tak ada satu saksi yang dihadirkan pada persidangan yang membenarkan hal itu. Itu sebabnya hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan memberikan WTP terhadap hasil pemeriksaan keuangan Gubernur Lukas Enembe. Dari mana kerugian negara puluhan miliar itu?

Dalam eksepsi pribadinya, Lukas Enembe mengakui dirinya telah difitnah, dizolimi, dan dimiskinkan. Lukas membantah merampok uang negara dan tidak menerima suap. Lukas malah merasa KPK telah menggiring opini publik dan menjadikan dirinya penjahat kelas kakap.

“Saya Lukas Enembe, tidak pernah merampk uang negara, tidak pernah menerima suap, tetapi KPK menggiring opini publik seolah saya penjahat besar…empat kali saya mengalami stroke, menderita diabetes. Sebelum ditahan diabetes saya berada di stadium empat. Setelah ditahan menjadi stadium lima. Saya juga menderita penyakit hepatitis B, darah tinggi, jantung, dan banyak komplikasi penyakit dalam lainnya. Pemeriksaan terakhir oleh dokter RSPAD bahwa fungsi ginjal saya tinggal 8%,” papar Lukas dalam eksepsinya.

Lukas juga merasa betapa dirinya telah dihukum melalui media. Sebelum sidang dibuka, KPK melalui media, telah menggiring opini umum melalui tuduhan-tuduhan yang mestinya harus dibuktikan di persidangan, karena sebuah bukti adalah apa yang terungkap dalam persidangan, bukan yang diputuskan oleh media. Sehingga kelihatannya asas praduga tak bersalah tak berlaku bagi Lukas Enembe.

Sejak Lukas Enembe ditangkap di Jayapura (10/1/2023), kasus ini masih gelap di mata masyarakat. Antara opini dan fakta persidangan masih saling menekuk. Persidangan berikutnya (22/6/2023) adalah mendengar jawaban jaksa penuntut umum atas eksepsi Lukas Enembe dan kuasa hukumnya.* (Rika)