Jakarta – MCN.com
– Pemilihan anggota Majelis Rakyat Papua di Kabupaten Merauke tak berjalan mulus. Perkaranya, proses yang sudah dimulai dari akar rumput itu bisa disusupi begitu saja saat dilimpahkan hasilnya ke Panitia Pemilihan MRP Provinsi Papua Selatan.
Duduk perkaranya jelas, hasil pemilihan dan rekomendasi yang telah dibuat oleh Panitia Pemilihan Kabupaten Merauke, hasilnya diubah dan dipelintir dalam rapat pleno oleh Panitia Pemilihan dari Provinsi Papua Selatan. Panitia Pemilihan Provinsi mengganti nama dan posisi para calon yang sudah ditentukan oleh Kabupaten.
Penggantian nama-nama calon anggota MRP yang merupakan hasil seleksi ketat dari tengah masyarakat membuat Panitia Pemilihan dari Kabupaten lontarkan protes. Padahal kedua panitia pemilihan ini bekerja berdasarkan regulasi yang berlaku.
Selain nama yang diganti dengan orang lain, status calon anggota MRP (sebagai calon jadi atau calon tunggu) itu diubah tanpa penjelasan yang memadai oleh Panitia Pemilihan dari Provinsi Papua Selatan. Sejumlah nama baru ikut disisipkan masuk.
Perdebatan dan penolakan pun terjadi terhadap intervensi yang berlebihan itu. Terkesan ada pihak-pihak yang ingin bermain dan memiliki kepentingan. Rapat pleno pun diatur dan tidak melibatkan Panitia Pemilihan dari Kabupaten Mereka. Maksud tersembunyi itu mudah tercium.
Lalu, apa gunanya Peraturan Gubernur Papua Selatan No.14 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pembentukan dan Jumlah Anggota Majelis Rakyat Papua Selatan, dan Peraturan Panitia Pemilihan Provinsi Papua No. 3 Tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pemilihan Anggota Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Selatan.
Anggota Panitia Pemilihan MRP Kabupaten Merauke Dominikus Cambu mengatakan, sesuai aturan, tugas Panitia Pemilihan Provinsi Papua Selatan terkait calon anggota MRP adalah menyangkut unsur agama. Sementara tugas Panitia Pemilihan Kabupaten Merauke terkait unsur adat dan unsur perempuan.
Panitia Pemilihan Kabupaten Merauke telah melaksanakan tahapan pendaftaran dan rapat penyerahan calon-calon anggota MRP unsur adat dan unsur perempuan. Terdapat 27 peserta unsur perempuan dan 30 peserta unsur adat. Total 57 peserta.
Pada 16 Mei 2023, Panitia dan Panwas melakukan rapat verifikasi kelompok masyarakat adat dan calon perempuan. Kemudian ditetapkan bakal calon tetap dan calon tunggu anggota MRP sesuai jumlah kursi anggota MRP perwakilan adat (4 kursi) dan perwakilan perempuan (3 kursi).
Dari perwakilan adat ditetapkan 4 kursi dengan nama calon dan status calon sebagai berikut. Utusan dari Cosom: Dohrain Seko Gebze (calon jadi), Natalis Basik-Basik dan Sergius Kaize (calon tunggu); Utusan dari Mayo: Albertus Mahuzs (calon tetap), Tarsisius Matiwen dan Elias Gembe Mahuze (calon tunggu); Utusan dari Ezam: Nikolas Tefo Mahuze (calon jadi), Marten Ndiken (calon tunggu); Utusan dari Kamaima: Emanuel Buyuka (calon jadi), Antonius Kunduya (calon tunggu).
Dari perwakilan perempuan, terdapat 3 kursi dengan nama dan status, sebagai berikut: Angones Kodaip (calon jadi), Maura Balagaize dan Dominggas Gelambu (calon tunggu); Yohana Gebze (calon jadi), Margaretha Mahuze (calon tunggu); Milka Balagaize (calon jadi), Frederika Debat (calon tunggu).
Tugas Panitia Pemilihan Provinsi adalah mengevaluasi dan menetapkan nama-nama calon jadi dan calon tunggu tersebut.
Sayangnya, pada 24 Mei 2023 Panitia Pemilihan Provinsi bersama Panwas Provinsi melakukan rapat pleno tanpa mengundang Panitia Pemilihan dari Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, Kabupaten Mappi, dan Kabupaten Boven Digoel.
“Saya masuk dan Ketua Panitia Dominikus Gebze sedang membacakan hasil pleno. Saya bertanya kenapa Panitia Pemilihan Kabupaten tidak diundang. Mereka jawab bahwa kamu tidak punya wewenang lagi,” tutur Dominikus Cambu.
Ternyata telah terjadi perubahan nama calon dari Kabupaten Merauke dari unsur adat. Nama Paskalis Imadawa yang semula tidak terdapat dalam daftar calon, kini masuk sebagai calon jadi. Juga nama Gabriel Wayamr Gebze yang tadinya tidak terdaftar, tiba-tiba menjadi calon jadi.
Paskalis dan Gabriel adalah dua nama yang tak pernah diusulkan oleh Panitia Pemilihan Kabupaten mereka, namun telah dipaksa masuk oleh Panitia Pemilihan Provinsi.
Sementara itu, Natalis Basik-Basik diubah statusnya dari calon tunggu menjadi calon jadi. Dari unsur perempuan juga terjadi perubahan. Maura Balagaize dan Margaretha Mahuze diubah statusnya dari calon tunggu menjadi calon jadi.
Kejadian yang sama juga menimpa calon anggota MRP dari Kabupaten Mappi. Mereka juga memprotes pengaturan sewenang-wenang dari Panitia Pemilihan Provinsi.
Tak sulit membaca persoalan perubahan seperti ini. Tercium ada kepentingan dari beberapa pihak dan orang kuat yang ingin mengatur pemilihan anggota MRP Provinsi Papua Selatan demi kekuasaan.
Ini ujian awal bagi perjalanan demokrasi di Provinsi Papua Selatan yang baru saja terbentuk.
Tangan-tangan kekuasaan dan oligarki sudah tercium. Mereka ingin merebut kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. Gurita kejahatan politik tak pernah sadar diri. Hanya sebuah “lonceng kematian” yang bisa mengakhiri langkah mereka. ** (Rika)
More Stories
Lantamal I Hadiri Acara Pembukaan Rakornas Pembangunan Daerah Se-Indonesia Tahun 2024
Wujudkan Keamanan Maritim di Perbatasan dan Perkuat Kerjasama Bilateral Indonesia-India, Lanal Sabang Sambut Kapal Perang Angkatan Laut India di Pulau Weh Sabang
PWNU Jateng Apresiasi Pilkada Berjalan Damai, Gus Rozin: Cerminan Kedewasaan Politik Masyarakat