Jakarta – MCN.com
– Sidang pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan dengan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (3/4/2023). Aksi pembela terdakwa Haris dan Fatia di depan pengadilan terus melontarkan yel-yel bernada tolak pembungkaman.
Mereka adalah anggota Green Peace, YLBHI, LBH Jakarta, KontraS, ICW, Amnesty International dan warga masyarakat lain. Turut hadir mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dan mantan penyidik KPK Novel Baswedan.
Usai dibaca dakwaan JPU, Haris Azhar menyatakan semua dakwaan itu. “Banyak salah kaprah. Saya melihat, dakwaan itu cenderung memfitnah saya dan Fatia,” ujar Haris kepada awak media, usai sidang.
Perkara itu berawal dari unggahan Haris di YouTube bertajuk “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya. Jenderal BIN juga Ada!!”
Melihat tayangan itu, Luhut kecewa dan merasa nama baiknya dicemarkan. Luhut pun melayangkan dua kali somasi kepada Haris dan Fatia, dan kemudian membuat laporan polisi di Polda Metro Jaya.
Haris dan Fatia didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE, Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP.
Usai sidang Fatia mengatakan dirinya tak mau menjadi saksi terhadap Haris. Seharusnya dia menjadi saksi mahkota terhadap Haris. Yang aneh, dalam persidangan itu Fatia dijadikan saksi sekaligus tersangka, sehingga kesaksiannya memberatkan dirinya sendiri. “Saya diadu domba dengan Haris dalam perkara yang sama,” tutur Fatia.
“Saya merasa difitnah. Ada ribuan akun yang membully, kenapa hanya akun saya yang dituntut,” tanya Haris.
Dia menerangkan, akun YouTube itu dia buat untuk merepresentasikan hasil riset yang dibuat organisasi lain. Dia mengundang organisasi lalu berdiskusi. Haris juga sudah bertanya apakah hasil riset itu sudah dikonfirmasi kepada pihak-pihak bersangkutan. Dalam video jelas sekali metodologi yang digunakan Harus.
Sementara Yohanis dari Papua mengatakan, apa yang dikatakan Haris dan Fatia merupakan ekspresi kebebasan berpendapat dari warga negara terhadap ketidakadilan dan korupsi sumber daya alam di Papua.
Yohanis mengungkapkan banyak kebijakan negara membuat tanah Papua mirip tanah tak bertuan. “Hutan-hutan hancur dan melahirkan bencana. Kejahatan itu dilakukan negara di Papua,” ungkapnya.
Persidangan berikut berupa eksepsi menanggapi dakwaan jaksa. Banyak dakwaan yang tidak tepat dan terdapat banyak kalimat bersayap. * (Rika)
More Stories
TNI AL Amankan 7 PMI Non Prosedural di Sungai Silau Kabupaten Asahan
Patroli Laut POS TNI AL Selat Panjang Amankan Tiga Nelayan Pengguna Sabu
F1QR Lanal Dumai dan Tim Satgas Ops Intelmar Koarmada I Amankan 2 Orang Diduga Pelaku TPPM dan 17 Orang Calon PMI Serta 24 Orang WNA