JAKARTA – MCN.com
– Pelbagai respon masyarakat terus dilontarkan terkait KUHP baru usai DPR RI menyerahkannya kepada pemerintah untuk disahkan menjadi Undang-undang. Masyarakat menilai, dari segi proses dan substansi, pembentukan KUHP ini terburu-buru dan mengabaikan partisipasi masyarakat.
Fraksi PPP DPR RI menggelar Seminar Nasional bertajuk “Merespon Kritik Pengesahan KUHP” sebagai respon dan sosialisasi kepada masyarakat. Seminar diadakan di Ruang Rapat BKN, Gedung Nusantara I, Kompleks DPR RI Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (14/12/2022).
Hadir sebagai narasumber Wakil Menteri Hukum dan HAM Prof Dr Edwar Omar Sharif Hiareij, Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PPP Asrul Sani, Guru Besar Hukum UGM Prof Dr Marcus Priyo, dan Guru Besar Hukum Pidana Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Dr Amin Suma.
Menurut Eddy Hiareij, proses penyusunan dan persetujuan RKUHP menjadi Undang-undang telah berlangsung selama 59 tahun, sejak 1963. Pembahasan tiap rumusan dilakukan secara cermat. DPR sendiri telah mengingatkan, setiap draf yang diserahkan ke DPR merupakan hasil partisipasi publik. Sementara, Presiden Joko Widodo mengingatkan tim perumus RKUHP menggelar dialog publik. Sosialisasi dilakukan pada 34 provinsi.
Wamenkumham menjelaskan, dari 14 pasal krusial telah menjadi 69 item perubahan berdasarkan masukan dari publik. Terkait kritik dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), Eddy mengatakan,yang diprotes itu tindak pidana kesusilaan. Tiap negara memiliki perbedaan dalam delik politik, kekuasaan dan pidana mati.
Sementara anggota DPR Komisi III Fraksi PPP Asrul Sani mengatakan, kalau mau soroti KUHP maka naskah KUHP itu lebih dulu dibaca dan lihat konteksnya sebagai peninggalan Belanda.
“Ada orang yang soroti KUHP dengan memberi kesan seolah pasal baru di KUHP baru, dulu tidak ada. Lihat saja pasal yang terkait dengan minuman beralkohol. Pasal itu dikatakan berpotensi mengkriminalisasi pramusaji di hotel atau bar. Itu tidak benar,” ujar Asrul Sani.
Dia juga menyatakan, ada pihak yang mem-bully tentang berisik di malam hari, misalnya umat Islam yang mengumandangkan Alquran di malam hari. Padahal selama ini tidak ada diskriminasi terkait hal itu.
Bagaimana dengan perilaku seks di luar nikah, menurut Asrul Sani, KUHP baru ini adalah KUHP Indonesia, yang dibuat berdasar moral value masyarakat Indonesia. Masyarakat menolak perzinahan dan perbuatan cabul.
“Bayangkan saja, penjajah Belanda saja yang begitu sekuler dan non Muslim, ketika membuat KUHP untuk daerah jajahannya, Indonesia, dia membuat ketentuan tentang perzinahan, dia menghormati Local moral value yang ada di Indonesia,” tutur Asrul Sani.
Asrul Sani berharap, Menkopolhukam menginisiasi langkah-langkah memberantas mafia-mafia penghalang lancarnya penegakan hukum di Indonesia, dan lembaga legislatif melakukan pengawasan.
#MCN/RIKA/RED
More Stories
Kantor Hukum Rahmat Aminudin & Rekan : Ucapkan Selamat Tahun Baru 2025
Musrenbangnas RPJM Tahun 2025-2029, Pj Gubernur Papua Barat: Masih Tinggi Ketergantungan Daerah Pada Pusat
Lantamal I Hadiri Acara Pembukaan Rakornas Pembangunan Daerah Se-Indonesia Tahun 2024