Januari 10, 2025

PROF HADI ALIKODRA: KIAMAT BUMI DIPERLAMBAT DENGAN AKSI KONSERVASI

Spread the love

Loading

Jakarta – MCN.com -Kiamat Bumi sedang terjadi. Kita harus bisa menahannya dengan aksi-aksi konservasi demi generasi-generasi berikutnya. Aksi itu harus global dan lokal dan melibatkan semua pihak. Kita belum terlambat, tetapi kita memang lambat.

Hal itu mengemuka dalam Seminar 50 Tahun Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang mengusung tema “Satu Bumi untuk Masa Depan” di Kementerian Lingkungan Hidup, Jakarta, Senin (6/6/2022).

Ahli konservasi alam Prof Dr Ir. Hadi Sukadi Alikodra, M.S, usai seminar itu, mengatakan lingkungan kita kian buruk dan rusak. Hal ini menjadi peringatan serius bagi hidup manusia di atas bumi.

Kerusakan alam yang berdampak luas dan mencakup semua bidang hidup manusia itu, saat ini sudah dan sedang terjadi di Indonesia dan dunia global. Manusia harus bisa menahan laju kerusakan itu dengan mengubah sikap dari egosentrisme-antroposentrisme kepada pro ekologi atau ekosentrisme. Tanpa itu, dampak pemanasan global yang melahirkan perubahan iklim akan menghancurkan seluruh peradaban manusia.

“Masalah serius manusia di Bumi ini adalah dampak-dampak dari kerusakan lingkungan kita. Dampaknya tidak main-main, amat besar dan dahsyat. Dan kita mesti bisa menahan sikap kita agar hari kiamat tidak cepat tiba. Umat manusia sebagai khalifah Allah harus bisa mencegah agar kiamat itu tak terjadi sekarang ini,” tutur Prof Hadi, ahli konservasi Indonesia ini.

Menurut Prof Hadi Alikodra, langkah pertama dan terpenting yang perlu kita lakukan adalah cepat insyaf akan kiamat bumi ini dan segera melakukan aksi konservasi alam, bagaimana kita melindungi alam, bagaimana kita melestarikan alam, dan bagaimana kita memanfaatkan alam secara bijak untuk kehidupan umat manusia. Tak bisa semuanya (alam) untuk kepentingan ekologi saja, tetapi juga untuk makan-minum dan ekonomi manusia.

Itulah kenapa kita harus melakukan langkah-langkah keseimbangan antara kepentingan ekonomis dan kepentingan ekologis. Indonesia memiliki asas tata ruang, mana yang boleh dirombak untuk permukiman dan mana yang harus dipertahankan untuk lingkungan; manakah bagian dari laut yang dapat dirombak, dan mana ikannya yang harus kita pungut.

Keseimbangan itu ada dalam kearifan tradisional masyarakat adat di Indonesia. Mereka punya hubungan erat dengan alamnya. Kita harus bisa meniru kearifan lokal Indonesia. Itu cara bagaimana kita mencegah dan melestarikan lingkungan.

Kita tak boleh lalai, karena kita sendiri akan hancur. Karena itulah pemerintah dan masyarakat harus saling berkoordinasi dan bekerja sama.

“Tapi kita manusia ini egois, ingin menang sendiri. Jadi kita perlu perjuangan bagaimana arah kita ke depan agar kita bisa mengelola lingkungah secara bijak. Intinya seperti itu,” ujar Prof Hadi Alikodra, Guru Besar di IPB, yang pernah bekerja di Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.

Menurut Prof Hadi, Indonesia memiliki azas keberlanjutan (sustainability) dalam pemeliharaan lingkungan hidup, agar anak-cucu kita bisa hidup lestari. Karena itu kita harus mengubah mindset (cara berpikir) kita dari orientasi egosentrisme menuju ekosentrisme dengan mempraktikkan tata cara hidup yang ekologis. Sebagai orang beriman, kita harus berani memperbaiki kesalahan kita. Apa yang sudah benar, kita teruskan.

Indonesia saat ini sedang berupaya untuk memperbaiki lingkungan dengan penataan ruang dan sedang menyiapkan lahan konservasi . Ada macam-macam usaha untuk mengurangi dampak negatif lingkungan.

Dalam mengelola sampah, misalnya, menurut Prof Hadi, memang sudah ada strategi 3R (reduce, recycle, reuse). Tapi, semuanya dikembalikan pada manusia. Ini sangat susah. Orang tak gampang berubah. Bagaimana kita harus mengedukasi masyarakat seluruhnya untuk sampai kepada satu bahasa: kalau ada sampah bagaimana membuangnya atau menatanya.

Ini suatu proses, yang berlangsung lama. Edukasi masyarakat perlu jalan terus, karena setiap saat ada kelahiran manusia baru di Indonesia.

Lalu, apa yang harus kita lakukan? Prof Hadi mengatakan, pertama, kita harus lebih banyak menanam pohon. Kedua, kurangi sampah. Ketiga, semua masyarakat harus bergerak bersama-sama menanam pohon dan tidak membuang sampah sembarangan, dan bagaimana menyatukan masalah lingkungan ini dengan masyarakat, di tingkat RT/RW, kelurahan, kecamatan, atau di tingkat adat dan agama. * (Rika)

#MCN/RZ- HN/RED