Desember 13, 2024

Dua Visum Et Repertum Berbeda Pada Kasus Istri Memukul Mertua dan Suami Memukul Istri

Spread the love

Loading

Jakarta – MCN.com – Kematangan emosional memang dibutuhkan pasangan suami-istri dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Emosi tak terkendali membuat Susanti tak sadar lagi bahwa yang dipukul adalah mertuanya sendiri. Lebih repot bila sang suami tak bisa tahan emosi, lalu balik memukul istri.

Pengadilan Negeri Jakarta Utara tengah menggelar sidang kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan terdakwa Edrick Tanaka Tan. Akibat dari kekerasan yang dilakukan sang suami (Edrick) itu, Susanty Astra harus mendapat perawatan medis dan keterangan dokter alias visum et repertum untuk mengetahui keadaan lukanya.

Kejadian ini sejak 2 November 2023 ketika korban menganiaya mertuanya. Pada 3 November 2023, terdakwa Edrick pulang dari Manado dan melakukan pembalasan.

Sayangnya, polisi menerima dua versi visum et repertum dari dua dokter pada dua rumah sakit yang berbeda. Satu visum dibuat saat korban datang ke rumah sakit dan ditangani medis. Visum lainnya, diminta korban untuk diperiksa pada dokter yang lain, 20 hari setelah kejadian. Di tangan polisi, dua versi visum itu diberikan.

Penasihat hukum terdakwa Edrick Tanaka Tan, Michael Remizaldy Jakobus SH MH, merasa janggal dengan visum et repertum saksi korban Susanty Astra tersebut. Selain dari dua dari dua rumah sakit berbeda, isinya pun berbeda-beda.

Visum yang dibuat di rumah sakit yang ditunjuk penyidik kepolisian menyebutkan bahwa luka yang dialami saksi korban tidak menghalanginya beraktivitas. Sedangkan visum dari rumah sakit swasta yang 20 hari setelah kejadian baru dibuat, justru menunjukan kekerasan yang dialami tersebut membuatnya tidak bisa beraktivitas.

Permintaan visum kedua atas kemauan saksi korban sendiri dengan menunjukan rekam medisnya.

“Ini akan menjadi rancu dan bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dalam persidangan nanti. Kita menilai ada 2 dakwaan. Pertama, dakwaan Pasal 44 ayat 1 dan 2. Pada ayat 2 itu KDRT menyangkut jatuh sakit atau luka berat. Fakta-fakta persidangan tidak memperlihatkan korban luka berat.

“Yang aneh di situ adalah terdapat 2 visum terhadap satu kejadian. Satu visum pada 4 November dan visum lain muncul pada 24 November 2023. Dan ini diajukan secara berbarengan. Ini rancu. Berdasarkan Pasal 133 Ayat 1, polisi harus meminta visum et repertum setelah melihat ada luka.

“Kalau sudah 21 hari, apa yang mau dijadikan pijakan dan dilihat? Bukti lain memperlihatkan saksi korban tidak seberapa berat, karena masih sempat bikin rapat kecil di rumah sakit untuk orang-orang kerjanya,” tutur Michael usai membacakan pledoi di PN Jakarta Utara, Selasa (9/7/2024).

Michael meminta majelis hakim agar cermat mempertimbangkan semua fakta yang terungkap dalam persidangan. Oleh karena sesuai fakta-fakta itulah kejadian yang sebenarnya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dawin Sofian Gaja SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara sebelumnya menuntut dua tahun penjara terdakwa Edrick.

Atas tuntutan itu baik Edrick dan penasehat hukumnya, Michael Remizaldy Jakobus SH MH dan Sihar Natanael Nababan SH MH, menilainya janggal.

Sidang dipimpin majalis hakim dengan ketua, Dr I Wayan I Gede Image S.H, M.H dengan anggota Iwan Irawan SH MH dan Sontang Sinaga SH MH.

Edrick mengaku, dirinya sakit hati mendengar orangtuanya mendapat kekerasan dari istrinya, Susanty Astra. Mendengar orangtuanya dipukul, refleks Edrick balik memukul istrinya.

**(Rika)