Maret 29, 2024

MEMPERSOALKAN ATURAN PEMILU, PARTAI BURUH AKAN SAMBANGI KPU

Spread the love

Jakarta -MCN.com -Presiden Partai Buruh Said Salahudin bersama sejumlah Pengurus Dewan Pimpinan Pusat yang disebut dengan Komite Eksekutif atau Executive Committee (EXCO) Partai Buruh akan mendatangi Kantor KPU.

Sebagai bakal calon peserta Pemilu 2024 Partai Buruh memandang penting untuk beraudiensi dengan KPU. Selain berkenalan, tentu ada banyak hal krusial yang perlu didiskusikan dengan para komisioner, terutama terkait adanya sejumlah aturan Pemilu yang dipandang tidak adil, misalnya aturan yang membatasi hak masyarakat untuk menjadi anggota partai politik.

Dalam Peraturan KPU (PKPU) maupun dalam draf PKPU yang mengatur mengenai pendaftaran dan verifikasi, misalnya, pada pokoknya ditentukan bahwa keanggotaan seseorang di suatu partai politik harus didasari pada alamat yang tertera pada KTP elektronik mereka.

Aturan ini dibuat terkait adanya syarat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang menentukan partai politik wajib memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau 1/1000 (satu per seribu) dari jumlah penduduk pada kepengurusan partai politik tingkat kabupaten/kota.

Merujuk PKPU tersebut, seseorang yang alamat KTP-nya di Kabupaten Semarang Jawa Tengah, misalnya, dia hanya boleh terdaftar sebagai anggota pada kepengurusan partai di Kabupaten Semarang saja.

Statusnya sebagai anggota partai tidak diakui bila dia terdaftar pada kepengurusan partai di kabupaten/kota yang lain di Indonesia. Ketentuan ini berlaku sekalipun faktualnya yang bersangkutan nyata berdomisili di kabupaten lain.

Aturan yang demikian, jelas bertentangan dan melanggar hak sipil serta hak politik warga negara sebagaimana dijamin UUD 1945.

Bagaimana mungkin untuk sekedar menjadi anggota parpol masyarakat dibebani syarat harus beralamat sesuai dengan KTP, sedangkan untuk menjadi calon pejabat negara seperti untuk menjadi caleg DPR RI atau DPD RI tidak ada kewajiban calon untuk bertempat tinggal sesuai dengan alamat KTP di daerah pemilihannya.

“Nah, disini saya lihat KPU tampaknya keliru dalam menafsirkan makna “penduduk” yang dimaksud dalam UU Pemilu. Dalam bayangan KPU, satu-satunya parameter penduduk adalah KTP. Padahal tidak demikian,” tutur Said Salahudin, Kepala BPSKP Partai Buruh, yang juga merupakan ahli hukum tata negara, ahli kepemiluan, serta Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh, di Jakarta, Kamis (9/6/2022)

Menurut Said Salahudin, definisi penduduk telah tegas diatur dalam Pasal 26 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan, penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.

Pengertian itu ditegaskan kembali dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan.

Merujuk pada pengertian konstitusi tersebut, tolok ukur penduduk yang sesungguhnya adalah “tempat tinggal”, bukan KTP. Adapun tempat tinggal penduduk tidak selalu sama dengan yang tertera di KTP mereka.

Sudah jamak diketahui umum sehingga tidak perlu dibuktikan lagi (notoire feiten), secara faktual sangat banyak masyarakat, yang karena suatu keadaan, terpaksa harus bertempat tinggal atau berdomisili di alamat yang berbeda dengan yang tercantum di KTP-nya.

“Ini soal-soal yang harus diluruskan, agar Pemilu 2024 tidak diwarnai dengan terlanggarnya hak politik masyarakat untuk menjadi anggota partai yang menjadi bagian dari hak konstitusional sekaligus hak asasi manusia,” ujar Said Salahudin.

Menurut rencana, besok Partai Buruh akan tanyakan hal seperti itu kepada KPU agar jangan sampai ketika masa verifikasi faktual keanggotaan nantinya ada anggotanya yang dicoret atau dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU, hanya karena alasan anggota bersangkutan terdaftar pada kepengurusan Partai Buruh di suatu kabupaten/kota yang berbeda alamat dengan KTP-nya. * (Rika)

#MCN/RZ-HN/RED